Rabu, 23 September 2009

Makna Ucapan Idul Fitri

Makna Ucapan Idul Fitri
http://mediaislam.oaseadwan.info/makna-ucapan-idul-fitri/
September 19, 2009 · Posted in Ustadz Menjawab

Assalamualaikum WR.WB

menjelang hari raya idul fitri ini banyak teman, kerbat yang kirim sms dan ngucapin selamat idul fitri.apa arti dari idul fitri dan apa hukumnya mengucapkan selamat idul fitri ini. demikian ustadz pertanyaanya terimakasih atas jawabannya. wassalam

Ali
Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Ali yang dimuliakan Allah swt

Kata ‘id merupakan kata jadian dari ‘aud yang berarti kembali dan mengulangi dikarenakan hal itu terjadi berulang-ulang. Tidak terdapat makna istilah dari makna bahasannya. Terdapat dua hari ‘id didalam islam yaitu Idul Fitri pada permulaan bulan syawal dan Idul Adha pada tanggal 10 dzulhijjah. Sedangkan kata fitri berarti berbuka (ifthor).

Dengan demikian dinamakan Idul Fitri dikarenakan pada hari itu seluruh kaum muslimin dibolehkan kembali untuk ifthor (tidak berpuasa) setelah sebulan penuh melaksanakan puasa selama bulan Ramadhan.

Sedangkan tentang tahniah (ucapan selamat) di hari raya maka Jumhur fuqoha mengatakan bahwa hal itu disyariatkan.

Pemilik kitab “ad Durr al Mukhtar’ yang bermadzhab Hanafi mengatakan bahwa ucapan hari raya dengan lafazh “Taqobbalallohu Minna wa Minkum” tidaklah bisa diinkari.

Ibnu Abidin—pemilik kitab “Ad Durr al Mukhtar”—melanjutkan bahwa hal itu, sedikit pun tidak berasal dariAbu Hanifah. Ibnu Amir al Hajj mengatakan bahwa sepertinya hal itu dibolehkan dan disukai secara umum. Lalu dia menyertakan beberapa atsar dengan sanad-sanad yang shahih dari para sahabat yang melakukan hal itu. Dia mengatakan,”Orang-oang yang mengamalkan hal itu di negeri-negeri Syam dan Mesir mengatakan,”’Id Mubarok wa Alaika.” (Id yang penuh berkah bagimu) atau ucapan-ucapan lainnya.

Para ulama Maliki menyebutkan bahwa Imam Malik pernah ditanya tentang perkataan seorang lelaki kepada saudaranya pada hari raya “Taqobbalallohu Minna wa Minka.” (Semoga Allah menerima dari kita dan dari anda) maksudnya adalah puasa dan perbuatan-perbuatan baik pada saat Ramadhan. Juga perkataan “Ghoffarollohu Lana wa Laka” (Semoga Allah mengampuni kita dan kamu). Lalu Imam Malik menjawab,”Aku tidak pernah mengenalnya tapi juga aku tidak mengingkarinya.”

Ibnu Rajab mengatakan bahwa maknanya adalah hal itu tidak dikenal didalam sunnah namun tidak pula mengingkari orang-orang yang mengatakannya, karena itu adalah perkataan baik dan juga doa.” Syeikh Asy Syaibaniy mengatakan bahwa wajib melakukannya yang apabila meninggalkannya akan memunculkan fitnah dan putusnya silaturahim.

Seperti perkataan sebagian manusia pada hari raya,”Id Mubarok” “Ahyakumulloh” atau yang sejenisnya maka tidak diragukan lagi bahwa itu semua dibolehkan bahkan bisa jadi diwajibkan setelah itu karena manusia diperintahkan untuk menampilkan rasa kasih sayang dan kecintaannya antara sebagian mereka dengan sebagian yang lainnya.

Sedangkan didalam madzhab Syafi’i; dinukil dari ar Romliy dari al Qumuliy berkata bahwa aku tidak melihat pada para sahabat kami sebuah perkataan tentang tahniah hari raya, tahun-tahun, bulan-bulan sebagaimana dilakukan manusia.

Akan al Hafizh al Mundziriy menukil dari al Hafizh al Maqdisiy mengatakan bahwa manusia masih berbeda pendapat tentang hal itu dan aku melihat bahwa hal itu dibolehkan, bukan sunnah juga bukan bid’ah.

Kemudian ar Romliy menyebutkan bahwa Ibnu Hajar al Asqolaniy mengatakan,”Hal itu disyariatkan.” Al Hafizh berdalil bahwa Baihaqi membuat sebuah bab tentang ini, yaitu “Bab Riwayat Tentang Perkataan Sebagian Manusia Kepada Sebagian Lainnya Di Hari Raya. Taqobbalallohu Minna wa Minka.” Lalu dia pun menyertakan beberapa atsar dhoif (lemah) akan tetapi secara keseluruhan semua itu menjadi argumentasi dalam permasalahan ini. Kemudian dia mengatakan,”Hal itu menjadi argumentasi tentang keumuman tahniah sebagaimana yang terjadi ketika mendapatkan sebuah kenikmatan atau dihindarkan dari suatu adzab maka disyariatkan untuk sujud syukur dan bertakziyah.

Seperti yang disebutkan didalam ash Shahihahin dari Ka’ab bin Malik pada kisah taubatnya ketika mangkir dari perang tabuk. Tatkala dirinya diberikan kabar gembira bahwa taubatnya telah diterima maka dirinya mendatangi Nabi saw kemudian Thalhah berdiri menghampirinya dan mengucapkan tahniah.”

Disebutkan didalam kitab “Al Mughni” milik Ibnu Qudamah yang bermadzhab Hambali bahwa Imam Ahmad mengatakan,”Tidak masalah bagi seorang lelaki mengucapkan kepada lelaki lainnya pada hari raya “Taqobbalallohu Minna wa Minka.” Harb mengatakan,”Ahmad pernah ditanya tentang perkataan manusia pada dua hari raya,”Taqobbalallohu Minna wa Minkum.” Lalu dia menjawab,”Tidak mengapa dengan hal itu, diriwayatkan oleh para penduduk Syam dari Abu Umamah.” Dikatakan kepadanya,”Watsilah bin al Asqo’?” dia berkata,”Ya.” Dikatakan kepadanya,”apakah tidak dimakruhkan perkataan itu pada hari raya?” dia menjawab,”Betul.”

Tentang ucapan hari raya ini Ibnu Aqil menyebutkan beberapa hadits, diantaranya bahwa Muhammad bin Ziyad berkata,”Aku pernah bersama Abu Umamah al Bahiliiy dan yang lainnya dari kalangan para sahabat Nabi saw bahwa tatkala mereka kembali dari shalat id maka sebagian dari mereka mengatakan kepada sebagian yang lainnya,”Taqobbalallohu Minna wa Minka.” Ahmad mengatakan,”Sanad hadits Abu Umamah jayyid (baik).’

keistimewaan bulan SYAWAL

Memasuki Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal! Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.

SETELAH melewati bulan Ramadhan, kita memasuki bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah. Nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan ketika menyambut Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan Marhaban Ya Syawal!

Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal.

1. Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.

Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari "peperangan" menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

2. Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal, Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias Malam Takbiran, menjelang Shalat Idul Fitri.

Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih. “"Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah Ia memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan" (QS. Al-Baqarah: 185).

3. Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim SMS dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

4. Bulan Ceria

Syawal adalah bulan penuh ceria. Di Indonesia bahkan identik dengan hal yang serba baru –baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.

Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.

5. Puasa Satu Tahun

Amaliah yang ditentukan Rasulullah Saw pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

“Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun” (HR An-Nasa’i dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih At-Targhib).

6. Bulan Nikah

Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka.


Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah Swt menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, a kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.


Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”. Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal.


Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.

7. Bulan Peningkatan

Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.

8. Bulan Pembuktian Takwa

Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal-lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Wallahu a’lam.

Selasa, 22 September 2009

makna halal bi halal

Silaturahmi & "Halal bi Halal"
Posted by Buletin Jum'at Pajagalan di Sabtu, November 03, 2007

Suatu tradisi berkumpul sekelompok orang Islam di Indonesia dalam suatu tempat tertentu untuk saling bersalaman sebagai ungkapan saling memaafkan agar yang haram menjadi halal di sebut “halal bi halal”. Umumnya kegiatan ini diselenggarakan setelah melakukan salat Idul Fitri.

Halal bi Halal (halal dengan halal, saling menghalalkan) walaupun namanya mempergunakan bahasa (lafadz) Arab dan telah melembaga di kalangan penduduk Indonesia pada zaman Nabi Saw., dan juga zaman-zaman sesudahnya tidak ditemukan. Hingga abad sekarang; baik di negara-negara Arab maupun di negara Islam lainnya (kecuali di Indonesia) tradisi ini tidak memasyarakat atau tidak ditemukan. Sedangkan di Indonesia, tradisi ini baru mulai diselenggarakan dalam bentuk upacara sekitar akhir tahun 1940-an dan mulai berkembang luas setelah tahun 1950-an. (Ensiklopedi Islam, 2000) Ensiklopedi Indonesia, 1978, menyebutkan halal bi halal berasal dari bahasa (lafadz) Arab yang tidak berdasarkan tata bahasa Arab (ilmu nahwu), sebagai pengganti istilah silaturahmi. Berasal dari kalangan yang tidak mengerti bahasa Arab, tetapi tetap mencintai Islam.

Dewasa ini, halal bi halal diselenggarakan hampir oleh seluruh lapisan masyarakat muslim Indonesia, baik oleh kelompok dari suatu daerah tertentu, keluarga besar, kelompok kerja, kelompok pedagang, organisasi sosial-politik lembaga perusahaan swasta maupun intansi pemerintah. Dengan demikian tergabung dalam beberapa kelompok yang berbeda mengikuti kegiatan halal bi halal. Asal-usul tradisi halal bi halal, dari daerah mana, siapa yang memulai dan kapan kegiatan tersebut mulai diselenggarakan sulit diketahui dengan pasti. Karena, tradisi “Sembah Sungkem” (datang menghadap untuk menyatakan hormat dan bakti kepada orang tua, orang yang lebih tua, atau orang yang lebih tinggi status sosialnya) sudah membudaya dan ada pada pada hampir semua suku dalam masyarakat Indonesia.

Telaah terhadap istilah halal bi halal.
Untuk menghindari kesalah-pahaman terhadap makna, serta penggunaan kalimat halal bi halal, yang dalam tradisi di Indonesia, merupakan pengganti dari Silaturahmi, tampaknya tidak salah jika dilakukan telaah terhadap istilah tersebut, baik dari sisi arti kata, uslub bahasa, sejarah perkembangan makna, serta ilmu bahasa.

Telaah Arti.
Pada umumnya kelompok masyarakat yang mengadakan halal bi halal, mengartikan istilah halal bi halal itu dengan “Saling bebas membebaskan” atau “Saling maaf-memaafkan kesalahan dan dosa”. Jadi kata halal di sini, diartikan “Bebas” atau “Maaf”.

Kata al-Halal menurut Luwes ma’luf (1927:142) artinya Dhiddul Haram (sebalik dari haram). Dan kata al-Haram berarti; tercegah, terlarang, tidak boleh, yang diambil dari kata Mana’a-Harama “Mencegah”. Dengan demikian kata halal berarti “boleh” atau “tidak tercegah” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Abdul Hamid Hakim (tt:13) yang mengartikan al-halal searti dengan al-mubah atau al-Jaizu artinya “Boleh” (Tidak terlarang). Dengan demikian, kalimat halal bi halal, artinya “Boleh dengan boleh”, bukan saling bebas membebaskan atau saling maaf memaafkan.

Telaah uslub bahasa.
Mungkin saja orang yang menggunakan istilah halal bi halal, ia meniru uslub qur’ani. Dalam Alqur’ân ada uslub yang sepintas hampir mirip seperti itu, misalnya dalam surat al-Maidah 45, "Wa katabnaa 'alaihim fiehaa annan nafsa bin nafsi wal 'aina bil aini wal anfa bil anfi…" “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung…" (QS. Al-Maidah [5]:45)

Jika diperhatikan bentuk uslub dalam Alqur’ân di atas, kemudian dibandingkan dengan uslub al-Halal bi al-Halal sepintas seperti sama, padahal tidak sama, jika dilihat dari sisi makna dan isinya. Uslub yang terdapat dalam Alqur’ân di atas, mengandung makna qisas (hukum balas) yang berisikan seseorang yang telah dirugikan, dimadlaratkan oleh orang lain, dibalas dengan kemadlaratan lagi. Artinya, hal itu berlangsung dalam daur yang negatif dibalas dengan yang negatif pula. Sementara dalam halal bi halal berlangsung dalam kegiatan yang positif, kegiatan yang mengandung nilai baik; saling bersalaman, bersilaturahmi, saling memohon maaf, pengkajian agama dan yang lainnya. Bukan saling balas membalas dengan sesuatu yang memadlaratkan dan menyakitkan. Karena itu, bukan uslub Qur`ani.

Telaah sejarah makna.
Kata halal dahulu pernah digunakan oleh orang Arab jahili (khususnya kampung al-Hams dan Ahlu al-Yaman) saat berthawaf untuk arti dan maksud menghalalkan seluruh tubuh, kecuali bercampur (bersetubuh). Hal ini seperti ungkapan Jalaludin al-Suyuthi (1992, III:439) yang mengutip riwayat Ibnu Abi Syaibah bersumber dari Ibnu Abbas menyebutkan “Bahwasanya perempuan-perempuan berthawaf sambil telanjang, kecuali mereka menutupi parjinya dengan sobekan kain dan berkata, "Alyauma yabduu ba'dhahu au kulluhu wa maa badaa minhu falaauhillahu." Hari ini terbuka sebagian atau seluruhnya, dan apa yang tidak tampak (yang ditutupi) maka tidak Aku halalkan.

Apa yang diungkapkan Jalaludin al-Syuyuthi di atas, dapat diperkuat oleh perkataan Al-Maraghi (1971, III:132) yang mengutip riwayat Sa’id bin Jubair yang isinya, antara lain menyebutkan, “Dulu orang-orang berthawaf di Al-Bait bertelanjang, lalu datang seorang perempuan membuka lalu melemparkan bajunya kemudian berthawaf, menutupi parjinya dengan tangannya, dan berkata seperti perkataan di atas.

Telaah Bahasa.
Kalimat halal bi halal tersusun dari tiga kata, yaitu, halal, bi (al-bâ`u) dan halal, yang kemudian dibentuk menjadi “Halal bi halal”. Lafadz-lafadz tersebut berasal dari Bahasa Arab, tetapi terhadap susunan halal bi halal orang Arabnya sendiri (Shahib al-Lughah) tidak paham dan tidak mengerti terhadap maknanya. Karena itu halal bi halal bukan Bahasa Arab yang benar. Bahasa seperti ini dalam ilmu bahasa Arab (nahwu) disebut Lughah al-Wushtha, artinya, “Bahasa tengah-tengah” bahasa yang tidak ke sana juga tidak ke sini, atau bahasanya orang yang sedang belajar bahasa Arab. Dalam Bahasa Inggris suka disebut bahasa interferensi, bahasa orang yang baru mengenali bahasa, atau bahasa yang tarik-menarik. Kalimat halal bi halal tidak jauh berbeda dengan kalimat “ada-ada saja kamu” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi kalimat Wujud-wujud faqath anta atau kalimat, terutama atau khususnya kepada, diterjemahkan menjadi Wa bil khusus kepada. Kalimat-kalimat seperti ini sekalipun menggunakan lafadz Arab tetapi bukan bahasa Arab yang benar, bukan uslub Arab yang sesuai dengan ilmu Bahasa Arab (nahwu).

Kesalahan berbahasa hampir ada pada setiap penutur dan pengguna bahasa, termasuk juga dalam penuturan bahasa Indonesia. Misalnya, ketika lampu listrik tidak menyala orang menyebutnya “ada aliran“ padahal kalau ada aliran (listrik) lampu listrik tentu menyala, seharusnya orang menyebut “tidak ada aliran” Sampai sekarang orang masih mengatakan “perempatan lima“ yang semestinya menyebut “Simpang lima”. Demikian juga terhadap kendaraan sepeda yang beroda tiga, yang dikendarai oleh orang, suka disebut “Beca“ Padahal “Beca” adalah kendaraan yang ditarik oleh kuda, Be (kuda) Ca (kendaraan).

Kesalahan-kesalahan berbahasa seperti itu, sudah membudaya di kalangan masyarakat kita, sehingga nampaknya sulit untuk diluruskan. Dan jika ada yang mengatakan dengan kata yang benar, karena sudah biasa menggunakan kata itu, terhadap kata yang benar malah menjadi asing, seolah-olah kata-kata yang baru. Hal ini antara lain karena bahasa itu milik bangsa, jika bangsa telah biasa menggunakannya, biasanya sudah tidak menghiraukan lagi kaidah benar-salah, sekalipun keliru dalam penggunaannya.

Kesalahan dan kekeliruan terhadap penggunaan kalimat “ada aliran” “perempatan lima” dan “beca” tampaknya tidak begitu berarti dan bermakna. Lain halnya dengan “halal bi halal” Karena-kalimat terakhir ini dalam tradisi masyarakat kita erat kaitannya dengan kegiatan-kegiatan yang berbau Islam, bernafaskan keislaman; dikaitkan dengan I’dul fitri, dalam tata caranya biasanya diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Alqur’ân yang ada hubungannya dengan Silaturahmi, Ceramah tentang hikmah silaturahmi, bersalaman, ramah-tamah sambil menikmati hidangan dan mendendangkan lagu-lagu kasidah dan sebagainya. Untuk itu, alangkah baiknya jika menggunakan bahasa yang benar, berarti dan bermakna. Katakan saja istilah yang digunakan kalimat “Silaturahmi” dalam tanda kutip, silaturahmi yang tidak karena dan hanya dilakukan setelah I’dul Fitri, tetapi dalam arti yang bersifat umum.

Telaah terhadap “Silaturahmi”.

Telaah Arti.
Kalimat silaturahmi dari bahasa Arab, tersusun dari dua kata silah yaitu, ‘alaqah (hubungan) dan kata al-rahmi yaitu, al-Qarabah (kerabat) atau mustauda’ al-janîn artinya “rahim atau peranakan”. (al-Munawwir, 1638, 1668) Kata al-Rahim seakar dengan kata al-Rahmah dari kata rahima “menyayangi-mengasihi”. Jadi secara harfiyah Silaturahmi artinya “Menghubungkan tali kekerabatan, menghubungkan kasih sayang”.

Al-Raghib (tt, 191) mengkaitkan kata rahim dengan rahim al-mar`ah (rahim seorang perempuan) yaitu tempat bayi di perut ibu. Yang bayi itu punya sifat disayangi pada saat dalam perut dan menyayangi orang lain setelah keluar dari perut ibunya. Dan kata rahim diartikan “kerabat” karena kerabat itu keluar dari satu rahim yang sama. Al-Raghib juga mengutip sabda Nabi, yang isinya menyebutkan, ketika Allah Swt menciptakan rahim, Ia berfirman, “Aku al-Rahman dan engkau al-Rahim, aku ambil namamu dari namaku, siapa yang menghubungkan padamu Aku menghubungkannya dan siapa yang memutuskan denganmu Aku memutuskannya”.

Ini memberi isyarat bahwa rahmah-rahim mengandung makna al-Riqqatu (belas-kasihan) dan al-Ihsân (kedermawanan, kemurahan hati). Ini sejalan dengan pendapat Abdurrahman Faudah (tt, 13) yang menyebutkan, “Rahmah adalah belas kasihan dalam hati yang menghendaki keutamaan dan kebaikan”.

Dengan makna di atas, secara harfiyah arti silaturahmi dapat dikatakan pula, menyambungkan kasih-sayang atau kekerabatan yang menghendaki kebaikan. Dan secara istilah makna silaturahmi, antara lain dapat dipahami dari apa yang dikemukakan Al-maraghi (1971, V:93) yang menyebutkan, “Yaitu menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan dengan sekemampuan”.

Telaah uslub bahasa.
Kalimat silaturahmi merupakan uslub Qur’ani, bahasa Al-Qur’ân, bahasa yang digunakan oleh Rasul Saw. Tentu tidak ada bahasa Arab yang lebih baik kecuali bahasanya Alqur’ân , bahasanya yang digunakan oleh Nabi, bukan bahasa Arab Ashriyah (modern) bukan pula bahasa Arab ‘Amiyah (bahasa Arab pasar) Alqur’ân telah mengisyaratkan tentang hal itu, antara lain firman Allah Swt, dalam al-Ra’du 21, "Walladziina yashiluuna maa amarallahu bihi an yuushala wa yakhsyauna rabbahum wa yakhaafuuna suu`al hisaab."

Terhadap lafadz Yashiluna para mufashir, seperti Al-Maraghi (V:93) Mahmud Hijazi (II:228) dan Shawi (II:336) Jalaludin al-Syuyuthi (IV:637) tidak berbeda pendapat, bahwa yang dimaksud adalah yashiluuna arrahmi menyambungkan kekerabatan, kasih sayang yang merupakan haq semua hamba. Dan kata Arrahmi ditunjukan pula oleh al-Kahfi dalam ayat 81 dengan kalimat Aqrabu rahman lebih dalam kasih sayangnya) Jadi silaturahmi itu bahasa Alqur’ân . Sementara kalimat silaturahmi yang disabdakan oleh Nabi dan sebagai bahasanya Nabi, banyak kita jumpai dalam hadits-hadits, antara lain: "Asra'ul khaira tsawaaban albirra wa shilatur rahmi." kebaikan yang paling cepat balasannya, yaitu berbuat kebaikan dan silaturahmi.

Telaah sejarah.
Seperti telah disebutkan di atas, kata al-rahmi erat kaitannya dengan wanita, yaitu, rahimnya seorang ibu, tempat janin dalam perut seorang wanita. Wanita pada masa Arab Jahili dipandang rendah tidak bernilai, karena itu bayi wanita yang baru lahir dari perut seorang ibu, mereka bunuh. Dan seorang ibu yang ditinggal mati oleh suaminya, dipandang harta pusaka yang dapat diwariskan kepada ahli warisnya.

Silaturahmi yang diperintahkan Allah Swt, tidak dapat dilepaskan dari tugas Rasul untuk melakukan (tazkiyah) pembersihan, yaitu dalam hal ini tazkiyah al-akhlak (Pembersihan prilaku) yang kotor yang dilakukan Arab Jahili, yang memandang wanita tidak benilai Maka untuk itu, Allah dan Rasulnya melarang membunuh anak wanita atau laki-laki, dalam firmannya al-An’am: 151, dan melarang menjadikan wanita sebagai harta pusaka, dalam firmannya An-Nisa: 19. Dalam hal berbakti, berbuat kebaikan, menghubungkan tali kekerabatan/silaturahmi, Islam memperhatikan terlebih dahulu kepada wanita. Dengan kata lain silaturahmi mengandung makna “Mengangkat derajat wanita” yang dulu direndahkan oleh orang Arab Jahili. Hal ini sebagaimana terungkap dalam beberapa hadits Nabi, antara lain, Khalid bin Ma’dan berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, sesungguhnya Allah mewasiatkanmu (berbuat baik) kepada ibumu (3X) Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya mewasiatkanmu (berbuat baik) kepada bapakmu (2X) kemudian bersabda, Ia wasiatkan kepadamu (berbuat baik) kepada yang lebih dekat lalu pada yang lebih dekat. (Ibnu Majah)

Dan dalam keterangan lain dari Abi Ramtsah ia berkata: Aku sampai pada Rasulullah, lalu aku mendengar ia bersabda: Berbuat baiklah kepada ibumu, dan bapakmu dan saudara perempuanmu dan saudara laki-lakimu kemudian kepada yang lebih dekat padamu lalu kepada yang lebih dekat padamu. (Shahihain)

Dalam Islam, diajarkan pula silaturahmi kepada orang yang telah meninggal, yaitu dengan cara menghubungkan kasih sayang kepada saudara orang yang telah mati yang masih hidup. Dalam sebuah hadits Ibnu Hibban dari Abi Burdah dijelaskan,
Ash-Shiddiqi (1977, Al-Islam, II:374) membagi silaturahmi kepada dua bagian, silaturahmi umum dan silaturahmi khusus;

Silaturahmi umum yaitu, silaturahmi kepada siapa saja; seagama dan tidak seagama, kerabat dan bukan kerabat. Di sini kewajiban yang harus dilakukan diantaranya; menghubungi, mengasihi, berlaku tulus, adil, jujur dan berbuat baik dan lain sebagainya yang bersifat kemanusiaan. Silaturahmi ini disebut silaturahmi kemanusiaan.

Silaturahmi khusus yaitu, silaturahmi kepada kerabat, kepada yang seagama, yaitu dengan cara membantunya dengan harta, dengan tenaga, menolong, menyelesaikan hajatnya, berusaha menolak kemadharatan yang menimpanya, dan berdo’a, dan membimbing agamanya karena takut adzab Allah. Al-Maraghi (V:93) menyebutkan silaturahmi kepada kerabat mu’min, yaitu menghubungkan karena imannya, ihsan, memberi pertolongan, mengasihi, menyampaikan salam, menengok yang sakit, membantu dan memperhatikan haknya.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan:dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. (QS. 17:26)

“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. 13:21)

Dengan memperhatikan dan membandingkan dua hal di atas (Silaturahmi dan Halal bi halal) Silaturahmi lebih bermakna dari pada halal bi halal. Suatu kegiatan yang mengandung nilai baik, alangkah baiknya jika diberi nama yang baik pula. Tradisi berkumpul, bersalaman, saling memaafkan yang dilakukan sebagian orang di Indonesia setelah I’dul Fitri yang suka disebut halal bi halal, lebih bermakna jika disebut silaturahmi.

Silaturahmi dalam pandangan Islam tidak terikat waktu, dan tidak terikat pada yang seagama, tetapi kapan waktu, dan kepada siapa saja, seagama juga berbeda agama dengan cara-cara yang tertentu.

Jumat, 18 September 2009

Korelasi puasa dengan Taqwa serta tanda-tanda orang yang taqwa

Hamba Allah di Bogor: ustdz afwan ane bertanya ; apa korelasi puasa dengan ketakwaan, sebagaimana tercantum dalam QS.2;183? dan apakah tanda-tanda orang yang bertaqwa itu..? jazakumullah atas jawabannya..
RUSTANDI; puasa adalah ibadah siriyah hanay diri kita dan Allah yang tahu. Sedangkan taqwa adalah (mengerjakan semua perintah Allah, dan meninggalkan semua larangan Allah, baik ketika sendiri maupun sedang banyak orang)امتثال اومر الله وجتناب نوهىه سرا وعلى النيه
inti dri taqwa adalah merasa diawasi oleh Allah, sedang apapun, dimanapun dan bersama siapapun dia merasa diperhatikan oleh Allah.
Kesamaan puasa dengan taqwa adalah sama-sama memiliki perasaan diawasi oleh Allah. SWT.
Sedangkan tanda-tanda orang yang bertaqwa Allah jelaskan dalam QS. Al-Baqoroh;177

TANDA-TANDA ORANG YANG BERIMAN
1.Memiliki iman
a. beriman kepada Allah
b. beriman kepada hari akhir
c. beriman kepada Malaikat
d. beriman kepada Kitab
e. beriman kepada Nabi
2.Dermawan
a. keluarga terdekat
b. anak-anak yatim
c. orang miskin
d. orang yang sedang dalam perjalanan
e. pengemis
f. dan memerdekakan hamba sahaya
3.Mendirikan Sholat
4.Mengeluarkan Zakat
5.Selalu menepati Janji
6.Sabar Dalam Menghadapi Kehidupan
itulah tanda-tanda orang yang memiliki iman benar-benar dan benar-benar memiliki iman, begitulah Allah jelaskan sebagai tanda orang yang bertaqwa.. semoga kita dipertemukan kembali dengan Ramdhan tahun yang akan datang..
saya atas nama pribadi pencetus blog ini mengucapkan " SELAMAT HARI RAYA IDUL FITHRI 1430. H. TAQOBALLAU MINA WAMINGKUM SHIAMANA WASHIAMAKUM TAQOBAL YA KARIIM "
kirim artikel anda ke abi_hasna1@yahoo.co.id beritahukami di no tlp (021) 99038835 - 08129596435 - 081905809035

Rabu, 16 September 2009

Dalil dan Hukum I'tikaf

Pengertian I'tikaf ;
Dalam tinjauan bahasa Arab, al-i’tikaf bermakna al-ihtibas (tertahan) dan al-muqam (menetap).Sedangkan definisinya menurut para fuqaha adalah:
الْمُكْثُ فِي الْمَسْجِدِ بِنِيَّةِ القُرْبَةِ
Menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Atau:
لُزُومُ الْمَسْجِدِ لِطَاعَةِ اللهِ وَالاِنْقِطَاعِ لِعِبَادَتِهِ، وَالتَّفَرُّغِ مِنْ شَوَاغِلِ الْحَيَاةِ
Menetap di masjid untuk taat dan melaksanakan ibadah kepada Allah saja, serta meninggalkan berbagai kesibukan dunia.
Hukum dan Dalil Disyariatkannya I’tikaf
Hukumnya sunnah, dan sunnah muakkadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan. I’tikaf menjadi wajib jika seseorang telah bernadzar untuk melakukannya.
Dalil-dalilnya:
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. (Al-Baqarah (2): 125).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا (رواه البخاري
Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Nabi Muhammad saw selalu i’tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Dan pada tahun wafatnya, beliau i’tikaf selama dua puluh hari. (HR. Bukhari).
قَوْلُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ (رواه البخاري ومسلم
Aisyah ra berkata: Rasulullah saw melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) sampai Allah mewafatkan beliau. Kemudian para istrinya melakukan i’tikaf sepeninggal beliau. (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ulama sepakat bahwa i’tikaf seorang istri harus seizin suaminya.
Tujuan dan Manfaat I’tikaf
Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa tujuan disyariatkannya i’tikaf adalah agar hati terfokus kepada Allah saja, terputus dari berbagai kesibukan kepada selain-Nya, sehingga yang mendominasi hati hanyalah cinta kepada Allah, berdzikir kepada-Nya, semangat menggapai kemuliaan ukhrawi dan ketenangan hati sepenuhnya hanya bersama Allah swt. Tentunya tujuan ini akan lebih mudah dicapai ketika seorang hamba melakukannya dalam keadaan berpuasa, oleh karena itu i’tikaf sangat dianjurkan pada bulan Ramadhan khususnya di sepuluh hari terakhir.
Adapun manfaat i’tikaf di antaranya adalah:
1. Terbiasa melakukan shalat lima waktu berjamaah tepat waktu.
2. Terlatih meninggalkan kesibukan dunia demi memenuhi panggilan Allah.
3. Terlatih untuk meninggalkan kesenangan jasmani sehingga hati bertambah khusyu’ dalam beribadah kepada Allah swt.
4. Terbiasa meluangkan waktu untuk berdoa, membaca Al-Quran, berdzikir, qiyamullail, dan ibadah lainnya dengan kualitas dan kuantitas yang baik.
5. Terlatih meninggalkan hal-hal yang tidak berguna bagi penghambaannya kepada Allah swt.
6. Memperbesar kemungkinan meraih lailatul qadar.
7. Waktu i’tikaf adalah waktu yang tepat untuk melakukan muhasabah dan bertaubat kepada Allah swt.
Rukun I’tikaf
Rukun i’tikaf ada empat :
1. Mu’takif (orang yang beri’tikaf) (المُعْتَكِفُ)
2. Niat (النِّيَّة)ُ
3. Menetap (اللُّبْثُ)
Tidak ada batasan minimal yang disebutkan oleh Al-Quran maupun Hadits tentang lamanya menetap di masjid. Namun untuk i’tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan waktu i’tikaf yang ideal dimulai pada saat maghrib malam ke-21 sampai maghrib malam takbiran.
4. Tempat i’tikaf (المُعْتَكَفُ فِيهِ)
Syarat I’tikaf
1. Syarat yang terkait dengan mu’takif : beragama Islam, berakal sehat, mampu membedakan perbuatan baik dan buruk (mumayyiz), suci dari hadats besar (tidak junub, haid, atau nifas).
2. Syarat yang terkait dengan tempat i’tikaf : masjid yang dilakukan shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu di dalamnya agar mu’takif tidak keluar dari tempat i’tikafnya untuk keperluan tersebut.
Yang Membatalkan I’tikaf
1. Kehilangan salah satu syarat i’tikaf yang terkait dengan mu’takif.
2. Berhubungan suami istri sebagaimana firman Allah swt:
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Janganlah kamu campuri mereka (istri-istrimu) itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. (Al-Baqarah (2): 187)
3. Keluar dengan seluruh badan dari tempat i’tikaf, kecuali untuk memenuhi hajat (makan, minum, dan buang air jika tidak dapat dilakukan di lingkungan masjid).
Mengeluarkan sebagian anggota badan dari tempat i’tikaf tidak membatalkan i’tikaf sesuai dengan ungkapan ‘Aisyah ra:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُخْرِجُ رَأْسَهُ مِنَ الْمَسْجِدِ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فَأَغْسِلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ
Nabi Muhammad saw mengeluarkan kepalanya dari masjid (ke ruangan rumahnya) saat beliau i’tikaf lalu aku mencucinya sedang aku dalam keadaan haid. (HR. Bukhari).
Adab atau hal yang harus diperhatikan oleh Mu’takif
1. Selalu menghadirkan keagungan Allah di dalam hati sehingga niatnya terus terjaga.
2. Menyibukkan diri dengan amal yang dapat mencapai tujuan i’tikaf.
3. Bersahaja dan tidak berlebihan dalam melakukan perbuatan mubah seperti makan, minum, berbicara, tidur dan hal-hal lain yang biasa dilakukan di luar masjid.
4. Menjauhi amal perbuatan yang dapat merusak tujuan i’tikaf seperti pembicaraan tentang materi (jual beli, kekayaan dan lain-lain).
5. Memelihara kebersihan diri dan tempat i’tikaf serta menjaga ketertiban dan keteraturan dalam segala hal.
6. Tidak melalaikan kewajiban yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya, seperti nafkah untuk keluarga, menolong orang yang terancam keselamatannya, dan lain-lain. Wallahu’alam
(Dakwatuna.com) Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc

Do'a agar diberi jodoh

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلدُّعَاءْ لِمَنْ يُرِيْدُ اَجْوَازَ ( الدعاء مينتا جوضوح)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ اَلْحِقْنِى بِمَنْ قَدَّرْتَهُ زَوْجًالِى فِى الدُّنْيَا وَالاَخِرَةِ فَيَارَبِّ لاَتَذَرْنِى فَرْدًا وَاَنْتَ خَيْرُالْوَارِثِيْنَ, رَبِّ لاَتَذَرْنِى فَرْدًا وَاَنْتَ خَيْرُالْوَارِثِيْنَ 40x
(ALLAHUMMA ALHIKNII BIMAN QODDARTAHU ZAWJAN LII FIDUNYA WALAKHIROH, FAYAROBBI LAA TADZAR NII FARDAN WANTA KHORUL WARITSIN, ROBBI LAA TADZAR FARDAN WANTA KHORUL WARISIIN)
ANJURAN;
1 Seringkan membaca Surat Yasin
2 Memperbanyak shodaqoh
3 Memperbanyak do’a melalui sholat hajat
4 Perkuat keinginan dengan bernadzar
5 Jika sudah mendapkan, jangan lupa laksanakan sholat hajat minimal selama 3 (tiga) hari terus menerus

FADHILAH SHOLAT TARAWIH

Berdasarkan Hadits dari Syaidina Ali bin Abi Tholib RA. Di dalam kitab “ Duratun Nashihiinhalaman 19. bahwa Rosululloh SAW bersabda ; “ Barangsiapa yang mengerjakan sholat tarawih ;
Pada malam ke
Pertama Seperti bayi yang baru lahir dari ibunya, yang suci dari noda dan dosa
Ke 2 Diampuni dosa kedua orangtunya, jika muslim
Ke 3 Dari bawah ‘Arasy malaikat memanggil, mulailah dengan amal, dan Allah
mengampuni dosa yang terdahulu
Ke 4 Diberi pahala seperti orang yang membaca Taurat, Jabur, Injil dan Al-Furqoon
(Al-Quran)
Ke 5 Diberi pahala laksana orang yang melaksankan sholat di Masjidil Harom, Masji Nabawi dan Masjidil Aqso
Ke 6 Diberi pahala laksana orang yang Thowaf di Baitil Ma’mur, dan memintakan ampun setiap tanah dan batu yang terinjak olehnya
Ke 7 Diselamatkan oleh Allah SWT, seperti diselamatkannya Nabi Musa AS. Dari Firaun dan tentara Haman (orang Kepercayaan)
Ke 8 Akan diberi oleh Allah SWT apa yang telah diberikan oleh Allah SWT kepad Nabi Sulaiman AS
Ke 9 Diberi pahala ibadah seperti pahala ibadahnya Nabi Muhammad. SAW.
Ke 10 Allah SWT akan membri kebaikan di dunia dan di akherat
Ke 11 Ketika meninggal dunia tiada membawa dosa, laksana bayi yang baru lahir
Ke 12 Ketika menghadap Allah SWT, wajahnya bercahaya laksana cahayanya bulan purnama
Ke 13 Menghadap Allah SWT bersih dari semua kejelekan
Ke 14 Malaikat akan menjadi saksi, bahwa dia benar-benar telah sholat, maka akan bebas dari Hisab-Nya Allah SWT.
Ke 15 Malaikat pembawa ‘Arasy dan Kursi mendokan baginya yang sholat
Ke 16 Di bebaskan dari api neraka dan dibebaskan untuk memilih surga yang disenangi
Ke 17 Diberi pahala ibadah, seperti pahala ibadahnya para Nabi Allah SWT
Ke 18 Mailaikat memanggil bahwa Allah SWT. Ridho kepadanya, karena menjalankan ajaran agamanya
Ke 19 Mengangkat Allah SWT akan derajatnya, ke dalam derajat tingkatan penghuni surga Firdaus
Ke 20 Diberi pahala, laksana pahalanya orang yang meninggal Syahid dan orang yang sholeh
Ke 21 Allah SWT. Membuatkan sebuah rumah dari cahaya di Surga untuknya.
Ke 22 Waktu menghadap Allah SWT Pada hari kiamat, dibebaskan Dari susah dan bingung
Ke 23 Allah SWT membuatkan sebuah kota baginya di surga
Ke 24 (Duapuluh empat) macam do’anya akan diijabah oleh Allah SWT
Ke 25 Dibebaskan dari azab kubur, dan Allah SWT. Akan menerangi di alam kuburnya
Ke 26 Allah SWT. Menerima amal ibadahnya selama 40 (empat puluh) tahun
Ke 27 Melintas di jembatan Syirot laksana kilat yang menyambar
Ke 28 Derajatnya diangkat seribu kali, derajat orang yang masuk surga
Ke 29 diberi pahala 1000 orang yang melaksankan ibadah haji mabrur
Ke 30 Allah SWT. Berfirman: “ Hai Hamba Ku, makanlah semua buah-buahan surga, mandilah dengan air Salsabil dan minumlah dari telaga kautsar, Aku adalah Tuhan-mu dan kamu adalah Hamba-Ku.
مؤ سسة التربيه الاسلاميه الرّضوان الرّبان
YAYASAN PERGURUAN ISLAM Ar-RIDWAAN Ar-RABBANI
{ Y A S P I A R R }

Akta Pendirian : Notaris NY.Endang Suratminingsih, SH.
No. 31 ( 15 Agustus 2008 )
Sekretariat : Depan Vila 3. Pintu 2. Rt. 01/08. Desa Ciangsana – Gunungputri Bogor. Post. 16968. Tlp. (021) 9903 8835
Email; abi_hasna1@yahoo.co.id

Selasa, 15 September 2009

Ke 2. TATA CARA SHOLAT IED

Penulis: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid
1.Jumlah raka’at shalat Id ada dua berdasaran riwayat Umar radhiyallahu ‘anhu.
(yang artinya) : “ Shalat safar itu ada dua raka’at, shalat Idul Adha dua raka’at dan shalat Idul Fithri dua raka’at. dikerjakan dengan sempurna tanpa qashar berdasarkan sabda Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Dikeluarkan oleh Ahmad 1/370, An-Nasa'i 3/183, At-Thahawi dalam Syarhu Ma'anil Al Atsar 1/421 dan Al-Baihaqi 3/200 dan sanadnya Shahih]

2.Rakaat pertama, seperti halnya semua shalat, dimulai dengan takbiratul ihram, selanjutnya bertakbir sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat kedua bertakbir sebanyak lima kali, tidak termasuk takbir intiqal (takbir perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain dalam shalat,-pent)
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata (yang artinya) : “ Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku” [Riwayat Abu Dawud 1150, Ibnu Majah 1280, Ahmad 6/70 dan Al-Baihaqi 3/287 dan sanadnya Shahih. Peringatan : Termasuk sunnah, takbir dilakukan sebelum membaca (Al-Fatihah). sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud 1152, Ibnu Majah 1278 dan Ahmad 2/180 dari Amr bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya, kakeknya berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Id tujuh kali pada rakaat pertama kemudian beliau membaca syrat, lalu bertakbir dan ruku' , kemudian beliau sujud, lalu berdiri dan bertakbir lima kali, kemudian beliau membaca surat, takbir lalu ruku', kemudian sujud". Hadits ini hasan dengan pendukung-pendukungnya. Lihat Irwaul Ghalil 3/108-112. Yang menyelisihi ini tidaklah benar, sebagaimana diterangkan oleh Al-Alamah Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad (1/443,444)]
Berkata Imam Al-Baghawi : “Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir pada rakaat pertama shalat Id sebanyak tujuh kali selain takbir pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali selain takbir ketika berdiri sebelum membaca (Al-Fatihah). Diriwayatkan yang demikian dari Abu Bakar, Umar, Ali, dan selainnya” [Ia menukilkan nama-nama yang berpendapat demikian, sebagaimana dalam " Syarhus Sunnah 4/309. Lihat 'Majmu' Fatawa Syaikhul Islam' (24/220,221)]
3.Tidak ada yang shahih satu riwayatpun dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan mengucapkan takbir-takbir shalat Id [Lihat Irwaul Ghalil 3/112-114]. Akan tetapi Ibnul Qayyim berkata : “Ibnu Umar -dengan semangat ittiba’nya kepada Rasul- mengangkat kedua tangannya ketika mengucapkan setiap takbir” [Zaadul Ma'ad 1/4410]
Aku katakan : Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam “Tamamul Minnah” hal 348 :
“Mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat Id diriwayatkan dari Umar dan putranya -Radhiyallahu anhuma-, tidaklah riwayat ini dapat dijadikan sebagai sunnah. Terlebih lagi riwayat Umar dan putranya di sini tidak shahih.
Adapun dari Umar, Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang dlaif (lemah). Sedangkan riwayat dari putranya, belum aku dapatkan sekarang”
Dalam ‘Ahkmul Janaiz’ hal 148, berkata Syaikh kami : “Siapa yang menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu kecuali dengan tauqif dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka silakan ia untuk mengangkat tangan ketika bertakbir”.
4.Tidak shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam satu dzikir tertentu yang diucapkan di antara takbir-takbir Id. Akan tetapi ada atsar dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu tentang hal ini. Ibnu Mas’ud berkata : (yang artinya) : “ Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla” [Diriwayatkan Al-Baihaqi 3/291 dengan sanad yang jayyid (bagus)]
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah : “(Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) diam sejenak di antara dua takbir, namun tidak dihapal dari beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir tersebut”. [Zadul Ma'ad 1/443]
Aku katakan : Apa yang telah aku katakan dalam masalah mengangkat kedua tangan bersama takbir, juga akan kukatakan dalam masalah ini.
5.Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al-Fatihah. Setelah itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat lain membaca surat Al-Qamar [Diriwayatkan oleh Muslim 891, An-Nasa'i 8413, At-Tirmidzi 534 Ibnu Majah 1282 dari Abi Waqid Al-Laitsi radhiyallahu 'anhu] Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca surat Al-A’la dan surat Al-Ghasyiyah [Diriwayatkan oleh Muslim 878, At-Tirmidzi 533 An-Nasa'i 3/184 Ibnu Majah 1281 dari Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'anhu]
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah : “Telah shahih dari beliau bacaan surat-surat ini, dan tidak shahih dari beliau selain itu” [Zadul Ma'ad 1/443, lihat Majalah Al-Azhar 7/193. Sebagian ahli ilmu telah berbicara tentang sisi hikmah dibacanya surat-surat ini, lihat ucapan mereka dalam 'Syarhu Muslim" 6/182 dan Nailul Authar 3/297.]
6.(Setelah melakukan hal di atas) selebihnya sama seperti shalat-shalat biasa, tidak berbeda sedikitpun. [Untuk mengetahui hal itu disertai dalil-dalilnya lihat tulisan ustadz kami Al-Albani dalam kitabnya 'Shifat Shalatun Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kitab ini dicetak berkali-kali. Dan lihat risalahku 'At-Tadzkirah fi shifat Wudhu wa Shalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, risalah ringkas.]

7.Siapa yang luput darinya (tidak mendapatkan) shalat Id berjama’ah, maka hendaklah ia shalat dua raka’at.
Dalam hal ini berkata Imam Bukhari Rahimahullah dalam “Shahihnya”, pada “Bab : Apabila seseorang luput dari shalat Id hendaklah ia shalat dua raka’at” [Shahih Bukhari 1/134, 135 cet India].
Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari” 2/550 berkata setelah menyebutkan tarjumah ini (judul bab yang diberi oleh Imam Bukhari di atas).
Dalam tarjumah ini ada dua hukum :
1. Disyariatkan menyusul shalat Id jika luput mengerjakan secara berjamaah, sama saja apakah dengan terpaksa atau pilihan.
2. Shalat Id yang luput dikerjakan diganti dengan shalat dua raka’at
Berkata Atha’ : “Apabila seseorang kehilangan shalat Id hendaknya ia shalat dua rakaat” [sama dengan di atas]
Al-Allamah Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan : “Ini adalah madzhabnya Syafi’i, yaitu jika seseorang tidak mendapati shalat Id bersama imam, maka hendaklah ia shalat dua rakat, sehingga ia mendapatkan keutamaan shalat Id sekalipun luput darinya keutamaan shalat berjamaah dengan imam”.
Adapun menurut madzhab Hanafi, tidak ada qadla untuk shalat Id. Kalau kehilangan shalat bersama imam, maka telah hilang sama sekali”[Syarhu Taraji Abwab al Bukhari 80 dan lihat kitab Al-Majmu 5/27-29]
Berkata Imam Malik dalam ‘Al-Muwatha’ [Nomor : 592 -dengan riwayat Abi Mush'ab] : “Setiap yang shalat dua hari raya sendiri, baik laki-lai maupun perempuan, maka aku berpendapat agar ia bertakbir pada rakaat pertama tujuh kali sebelum membaca (Al-Fatihah) dan lima kali pada raka’at kedua sebelum membaca (Al-Fatihah)”
Orang yang terlambat dari shalat Id, hendaklah ia melakukan shalat yang tata caranya seperti shalat Id. sebagaimana shalat-shalat lain [Al-Mughni 2/212]
8.Takbir (shalat Id) hukumnya sunnah, tidak batal shalat dengan meninggalkannya secara sengaja atau karena lupa tanpa ada perselisihan [Al –Mughni 2/244 oleh Ibnu Qudamah] Namun orang yang meninggalkannya -tanpa diragukan lagi- berarti menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Dinukil dari Ahkaamu Al’ Iidaini Fii Al-Sunnah Al-Muthahharah, Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari dan Syaikh Salim Al Hilali, edisi Tuntunan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya, terbitan Maktabah Salafy Press, penerjemah ustadz Hannan Husein Bahannan)

TATA CARA SHALAT IED


Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari
Pertama :
Jumlah raka'at shalat Ied ada dua berdasaran riwayat Umar radhiyallahu 'anhu.

"Artinya : Shalat safar itu ada dua raka'at, shalat Idul Adha dua raka'at dan shalat Idul Fithri dua raka'at. dikerjakan dengan sempurna tanpa qashar berdasarkan sabda Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" [Dikeluarkan oleh Ahmad 1/370, An-Nasa'i 3/183, At-Thahawi dalam Syarhu Ma'anil Al Atsar 1/421 dan Al-Baihaqi 3/200 dan sanadnya Shahih]

Kedua :
Rakaat pertama, seperti halnya semua shalat, dimulai dengan takbiratul ihram, selanjutnya bertakbir sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat kedua bertakbir sebanyak lima kali, tidak termasuk takbir intiqal (takbir perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain,-pent)

Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata :

"Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku" [1]

Berkata Imam Al-Baghawi :

"Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir pada rakaat pertama shalat Ied sebanyak tujuh kali selain takbir pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali selain takbir ketika berdiri sebelum membaca (Al-Fatihah). Diriwayatkan yang demikian dari Abu Bakar, Umar, Ali, dan selainnya" [Ia menukilkan nama-nama yang berpendapat demikian, sebagaimana dalam " Syarhus Sunnah 4/309. Lihat 'Majmu' Fatawa Syaikhul Islam' 24/220,221]

Ketiga :
Tidak ada yang shahih satu riwayatpun dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan mengucapkan takbir-takbir shalat Ied[2] Akan tetapi Ibnul Qayyim berkata : "Ibnu Umar -dengan semangat ittiba'nya kepada Rasul- mengangkat kedua tangannya ketika mengucapkan setiap takbir" [Zadul Ma'ad 1/441]

Aku katakan : Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" hal 348 :

"Mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat Ied diriwayatkan dari Umar dan putranya -Radhiyallahu anhuma-, tidaklah riwayat ini dapat dijadikan sebagai sunnah. Terlebih lagi riwayat Umar dan putranya di sini tidak shahih.

Adapun dari Umar, Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang dlaif (lemah). Sedangkan riwayat dari putranya, belum aku dapatkan sekarang"

Dalam 'Ahkmul Janaiz' hal 148, berkata Syaikh kami :
"Siapa yang menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu kecuali dengan tauqif dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka silakan ia untuk mengangkat tangan ketika bertakbir".

Keempat :
Tidak shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam satu dzikir tertentu yang diucapkan di antara takbir-takbir Ied. Akan tetapi ada atsar dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu [3] tentang hal ini. Ibnu Mas'ud berkata :

"Artinya : Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla"

Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :

"(Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) diam sejenak di antara dua takbir, namun tidak dihapal dari beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir tersebut".

Aku katakan : Apa yang telah aku katakan dalam masalah mengangkat kedua tangan bersama takbir, juga akan kukatakan dalam masalah ini.

Kelima :
Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al-Fatihah. Setelah itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat lain membaca surat Al-Qamar[4] Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca surat Al-A'la dan surat Al-Ghasyiyah[5]

Berkata Ibnul Qaooyim Rahimahullah :

"Telah shahih dari beliau bacaan surat-surat ini, dan tidak shahih dari belaiu selain itu"[6]

Keenam :
(Setelah melakukan hal di atas) selebihnya sama seperti shalat-shalat biasa, tidak berbeda sedikitpun. [7]

Ketujuh :
Siapa yang luput darinya (tidak mendapatkan) shalat Ied berjama'ah, maka hendaklah ia shalat dua raka'at.

Dalam hal ini berkata Imam Bukhari Rahimahullah dalam "Shahihnya" :
"Bab : Apabila seseorang luput dari shalat Id hendaklah ia shalat dua raka'at" [Shahih Bukhari 1/134, 135]

Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam "Fathul Bari" 2/550 berkata setelah menyebutkan tarjumah ini (judul bab yang diberi oleh Imam Bukhari di atas).

Dalam tarjumah ini ada dua hukum :

Disyariatkan menyusul shalat Ied jika luput mengerjakan secara berjamaah, sama saja apakah dengan terpaksa atau pilihan.

Shalat Id yang luput dikerjakan diganti dengan shalat dua raka'at
Berkata Atha' : "Apabila seseorang kehilangan shalat Ied hendaknya ia shalat dua rakaat" [sama dengan di atas]

Al-Allamah Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan :

"Ini adalah madzhabnya Syafi'i, yaitu jika seseorang tidak mendapati shalat Ied bersama imam, maka hendaklah ia shalat dua rakat, sehingga ia mendapatkan keutamaan shalat Ied sekalipun luput darinya keutamaan shalat berjamaah dengan imam".

Adapun menurut madzhab Hanafi, tidak ada qadla[8] untuk shalat Ied. Kalau kehilangan shalat bersama imam, maka telah hilang sama sekali"[9]

Berkata Imam Malik dalam 'Al-Muwatha' [10]

"Setiap yang shalat dua hari raya sendiri, baik laki-lai maupun perempuan, maka aku berpendapat agar ia bertakbir pada rakaat pertama tujuh kali sebelum membaca (Al-Fatihah) dan lima kali pada raka'at kedua sebelum membaca (Al-Fatihah)"

Orang yang terlambat dari shalat Id, hendaklah ia melakukan shalat yang tata caranya seperti shalat Id. sebagaimana shalat-shalat lain [Al-Mughni 2/212]

Kedelapan :
Takbir (shalat Ied) hukumnya sunnah, tidak batal shalat dengan meninggalkannya secara sengaja atau karena lupa tanpa ada perselisihan [11] Namun orang yang meninggalkannya -tanpa diragukan lagi- berarti menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Amalan Di Bulan Ramadhan

Aa. Iyus ; wahai saudaraku..tinggal 3 (tiga) hari lagi kita kan berpisah dengan bulan penuh berkah ini. dengan demikian manfaatkan kesempatn yang tersisa ini..karena Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan bulan Ramadhan dari bulan-bulan yang lainnya. Diantara kekhususan dan keutamaan Ramadhan antara lain:
(1). Bau mulut orang yang berpuasa, lebih harum di sisi Allah, daripada minyak wangi
kasturi.
(2). Para malaikat senantiasa mendoakan ampunan bagi orang yang berpuasa sampai dia
berbuka puasa.
(3). Dibukanya pintu-pintu syurga dan ditutupnya pintu-pintu neraka.
(4). Terdapat Lailatul Qadar, yaitu suatu malam yang lebih baik dari pada seribu
bulan
(5). Terdapat ampunan bagi orang yang berpuasa
(6). Diikatnya syaithan
Saudaraku muslim dan muslimah…
Berikut ini adalah beberapa amal soleh yang wajib dikerjakan atau sangat dianjurkan dilakukan:
(1). BERPUASA
Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim,
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
”Artinya : Setiap amal manusia adalah untuk dirinya, satu perbuatan baik akan dibalas dengan sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali ganda, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Orang yang berpuasa meninggalkan nafsu syahwatnya, makanannya, minumannya untuk Aku. Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagian, yaitu kebahagian saat berbuka puasa dan kebahagiaan saat berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang sedang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada harumnya minyak wangi kasturi.”
Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam bersabda.
”Ertinya : Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan berharap pahala Allah, maka diampuni dosa-dosanya di masa lalu.” (Hadits Riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim)
Saudaraku muslim dan muslimah…
Tidak diragukan lagi bahawa balasan yang sangat agung tersebut tidaklah diberikan kepada orang yang sekadar meninggalkan makanan atau minuman saja! Akan tetapi hanya sebagaimana sabda Nabi Muhammad Salallahu alaihi wa sallam :
”Ertinya : Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan keji serta amal perbuatan keji, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memerlukan puasanya yang sekadar meninggalkan makanan dan minuman” (Hadits Riwayat Imam Bukhori)
Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam bersabda.
”Ertinya : Puasa itu perisai, maka apabila seseorang berpuasa, hendaklah dia tidak berbuat lucah (perbuatan yang menjurus kepada hubungan seksual), tidak berbuat kefasikan, tidak berbuat suatu kebodohan. Apabila seseorang mencaci makinya, hendaklah dia mengatakan: Saya sedang berpuasa!” (Hadits Riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim)
Saudaraku muslim dan muslimah…
Bila Anda berpuasa, maka hendaknya puasa pula pendengaran, penglihatan dan lisan Anda, serta berpuasalah juga seluruh anggota tubuh Anda! Janganlah keadaan Anda saat berpuasa sama dengan keadaan Anda ketika tidak berpuasa!
(2). QIYAMU RAMADHAN YAITU SHALAT TARAWIH
Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam bersabda :
”Ertinya : Barang siapa yang mendirikan Qiyamu Ramadhan dengan penuh keimanan dan berharap pahala Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” ( Hadits Riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim)
Ada sebuah peringatan penting, yaitu hendaknya kita menyempurnakan solat tarawih berjama’ah di masjid bersama imam solat, agar kita dicatat sebagai orang-orang yang mendirikan qiyamu Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Salallahu alaihi wa sallam :
”Ertinya : Barang siapa yang mendirikan qiyamu Ramadhan bersama Imamnya sampai selesai, maka dicatat baginya pahala Qiyamu Ramadhan semalam penuh’ ( Hadits Riwayat Ahlus Sunan)
(3). BERSEDEKAH
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
”Ertiya : Seutama-utama sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan” (Hadits Riwayat Tirmidzi).
Diantara bentuk-bentuk sedekah di bulan Ramadhan adalah:
(a). Memberi makanan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
”Ertinya : Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keredhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan dia memberi balasan kepada mereka Kerana kesabaran mereka (dengan) syurga dan (pakaian) sutera”. (Al-Insan : 8 – 12)
Sesungguhnya salafus soleh (generasi pendahulu umat Islam yang soleh) amat bersemangat untuk memberikan makanan baik kepada yang memerlukan atau kepada teman yang soleh, melebihi semangat menjalankan amal yang lainnya.
Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam bersabda:
”Ertinya : Seorang mukmin yang memberikan mukmin yang lapar maka kelak Allah akan memberi makan kepadanya daripada buah-buahan syurga, dan barang siapa yang memberi minum seorang mukmin, maka kelak Allah akan memberi air minum dari syurga” (Hadit Hasan Riwayat Tirmidzi).
Sebahagian salafus soleh ada yang memberikan makanan kepada saudara-saudaranya kaum muslimin, padahal dia sendiri berpuasa, mereka tidak sekadar memberi makanan, tetapi juga turut duduk sambil berkhidmat (melayani) keperluan mereka.
(b). Memberi Makan Orang Berbuka Puasa
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam bersabda:
”Ertinya : Barang siapa yang memberi makan orang yang berbuka puasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang berpuasa tadi.” (Hadits Riwayat Imam Ahmad, An Nasa’i dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah)
(4). BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM MEMBACA AL-QUR’AN AL-KARIM, MEMPELAJARI TAFSIRNYA DAN MEMAHAMINYA
Saudaraku muslim dan muslimah…
Bersungguh-sungguhlah dalam membaca Al Qur’an Al- Karim. Bacalah dengan penuh tadabur dan kekhusyuan. Sesungguhnya salafus soleh, semoga Allah merahmati mereka, benar-benar tersentuh hatinya dan terpengaruh dengan Al Qur’an Al-Karim. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Baihaqi dari sahabat Abu Hurairoh, semoga Allah meredhainya, beliau berkata: ”Ketika turun ayat Al Qur’an :
”Maka apakah kamu merasa hairan terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?” (An-Najm : 59-60)
Ahlus Sufah (para shahabat Nabi yang tinggal di Masjid Nabawi) menangis, berlinang air matanya. Ketika Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam mendengarnya, maka beliau pun turut menangis. Kami (para shahabat Nabi) pun menangis kerananya. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: ”Tidak akan disentuh api neraka, orang yang menangis kerana takut kepada Allah”.
(5). TETAP DUDUK DI MASJID SETELAH SOLAT SUBUH BERJAMA’AH SAMPAI TERBIT MATAHARI
Nabi Muhammad Salallahu alaihi wa sallam senantiasa duduk di tempatnya setelah solat subuh sampai terbit matahari. (Hadits Riwayat Imam Muslim)
Nabi Muhammad Salallahu alaihi wa sallam bersabda:
”Ertinya : Barang siapa yang solat subuh berjama’ah lalu tetap duduk setelahnya, berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit, lalu dia solat dua raka’at maka dia mendapat pahala seperti pahala haji dan umrah sempurna, sempurna, sempurna” (Hadits Riwayat Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah)
Saudaraku muslim dan muslimah…
Besarnya pahala yang Allah berikan atas amalan tersebut adalah amal yang dilakukan di hari-hari biasa, maka apalagi seandainya amal tersebut dikerjakan di bulan Ramadhan?
Marilah kita solat subuh berjama’ah di masjid, lalu setelahnya membaca dzikir atau wirid sesudah shalat, lalu membaca dzikir pagi dan petang yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, atau membaca Al-Qur’an Al-Karim sampai terbit matahari, lalu setelah terbit matahari, solat sunat dua raka’at. Sungguh Allah telah menjanjikan pahala yang besar, seperti pahala haji dan umrah!
(6). I’TIKAF
Nabi Muhammad Salallahu alaihi wa sallam senantiasa i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan di tahun terakhir sebelum wafatnya, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari terakhir bulan Ramadhan. (Hadits Riwayat Imam Bukhori)
I’tikaf sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan yaitu berdiam diri di masjid, tidak keluar dari masjid sampai malam Aidil Fitri dengan melaksanakan berbagai amal ketaatan kepada Allah seperti solat wajib berjamaah, solat sunat, memperbanyak berdoa, berdzikir, beristighfar, bertaubat, membaca Al-Qur’an Al-Karim dan amal soleh lainnya.
(7). UMRAH DI BULAN RAMADHAN
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar, bahkan sama dengan pahala haji. Nabi Muhammad Salallahu alaihi wa sallam bersabda:
”Ertinya : Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji atau haji bersamaku” (Hadits Riwayat Imam Bukhori)
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak boleh menggugurkan kewajiban haji bagi orang wajib melakukannya.
Demikian pula halnya solat di Masjidil Haram di Mekah dan solat di Masjid Nabawi di Madinah pahalanya dilipatgandakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita untuk dapat umrah di bulan Ramadhan, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(8). MENCARI LAILATUL QADAR
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
”Ertinya : Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (Al-Qodr: 1-5)
Nabi Muhammad Salallahu alaihi wa sallam bersabda:
”Artinya : Barang siapa yang mendirikan qiyamu lail pada saat Lailatul Qadar kerana iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Hadits Riwayat Imam Bukhori dan Imam Muslim)
Adapun qiyamu lail yang dimaksud adalah menghidupkan malam tersebut dengan solat tarawih, membaca Al -Qur’an Al-Karim, berdoa, berdzikir, beristighfar dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam senantiasa berusaha kuat untuk mendapatkan malam lailatul qadar. Beliau memerintahkan para shahabatnya untuk mendapatkan malam lailatul qadar. Beliau pun membangunkan keluarganya pada malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan harapan agar mendapatkan malam lailatul qadar. Malam lailatul qadar terjadi pada suatu malam diantara malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Ummul Mukminin, Aisyah, semoga Allah meredhainya, pernah bertanya kepada Rasulullah Salallahu alaihi wa sallam : Wahai Rasulullah, bila aku mendapati malam lailatul qadar, doa apakah yang sebaiknya saya baca? Maka Nabi Muhammad Salallahu alaihi wa sallam bersabda: Bacalah
“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibul al-afwa fa’ fu ‘anniy” :
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, dan suka untuk memberi ampunan, maka ampunilah aku ” (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi dan dishahihkannya)
(9). MEMPERBANYAK DZIKIR, DO’A DAN ISTIGHFAR
Saudaraku muslim dan muslimah…
Siang dan malam hari di bulan Ramadhan adalah waktu yang memiliki keutamaan, maka isilah dengan memperbanyak dzikir, doa, istighfar, khususnya di waktu-waktu tertentu dikabulkannya doa, antara lain yaitu:
a) Saat berbuka puasa. Bagi orang yang berpuasa ketika berbuka puasa memiliki doa yang tidak akan ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
b) Sepertiga malam yang terakhir, saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala turun ke langit dunia.
c) Beristighfar di waktu sahur. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
”Ertinya : Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (Adz- Dzariyat: 18)
d) Mencari suatu saat dikabulkannya doa di hari Jumaat, yaitu di suatu waktu antara asar dan maghrib di hari Jumaat.
Saudaraku muslim dan muslimah…
Ada beberapa perbuatan yang harus kita tinggalkan atau jauhi baik di luar Ramadhan, terlebih lagi di bulan Ramadhan, diantaranya:
(1). Menjadikan malam seperti siang dan menjadikan siang seperti malam. Maksudnya di malam hari dihabiskan untuk berjaga sambil bersembang, menonton TV atau perbuatan sia-sia lainnya. Sementara di siang hari dihabiskan untuk tidur.
(2). Tidur di sebahagian waktu solat wajib.
(3). Berlebih-lebihan dalam makanan dan minuman
(4). Terlalu cepat makan sahur, lalu tertidur saat waktu solat subuh sehingga tidak solat subuh berjama’ah di masjid.
(5). Berbohong dan berbuat perbuatan sia-sia
(6). Menyia-nyiakan waktu
(7). Berkumpul bersama teman-teman untuk kegiatan yang sia-sia, mengata,mengumpat, gosip dan semisalnya
(8). Kaum wanita menghabiskan sebahagian besar waktunya untuk memasak makanan.

Senin, 14 September 2009

Keutamaan Sholat Subuh dan Sholat Asar

Wahai saudaraku…semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa memberikan keselamatan kepadamu dan selalu menjaga dirimu. Janganlah engkau merasa sayang meluangkan sedikit waktumu untuk membaca lembaran ini. Siapa tahu Allah subhanahu wata’ala akan memberikan manfaat kepadamu dan kepada kita semua.
Suatu malam seorang lelaki shalih bangun dari tidurnya…ketika itu menjelang akhir malam mendekati waktu Fajar… ia dapati istrinya sedang bertahajjud, shalat dan berdoa dengan linangan air mata, memohon kepada Allah dengan segenap ketulusan hati. Lelaki itu sejenak tertegun melihat keshalihan istrinya, bagaimana dia seorang laki-laki asyik tidur, sementara sang istri begitu zuhud dan giat beribadah? Maka disapanya sang istri, "Tidakkah engkau tidur, apakah gerangan yang membuatmu seperti itu hingga larut begini? Maka istri yang shalihah itu menjawab, "Bagaimana akan tidur, seseorang yang tahu bahwa kekasihnya (Allah subhanahu wata’ala)tidak pernah tidur?”
Keutamaan Qabliyah Shubuh
Qabliyah Shubuh yaitu shalat sunnah dua raka’at yang dilakukan sebelum shalat Shubuh. Ia merupakan amalan yang paling dicintai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana disebutkan di dalam sabdanya, artinya,
"Dua raka’at Fajar(sebelum Shubuh) lebih baik daripada dunia seisinya." Dan dalam riwayat Muslim disebutkan, "Sungguh dua raka’at itu (sebelum Shubuh) lebih aku cintai daripada seluruh dunia."
Jika dunia dengan segenap isi dan perbendaharaannya di mata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dapat menyamai dua rakaat sebelum Shubuh maka bagaimana lagi keutamaan shalat Shubuh itu sendiri.

Keutamaan Shalat Shubuh
• Sebagai Sebab Masuk Surga dan Selamat dari Neraka
Disebutkan di dalam sebuab hadits bahwa siapa saja yang menjaga shalat Shubuh dan Ashar maka akan dimasukkan ke dalam Surga dan dijauhkan dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim, "Barang siapa yang shalat di dua waktu yang sejuk maka dia akan masuk surga." Dan dalam hadits yang lain beliau bersabda, "Tidak akan dijilat api neraka seseorang yang shalat sebelum Matahari terbit dan sebelum tenggelam." Yang dimaksudkan dengan dua waktu yang sejuk adalah waktu shalat Shubuh dan shalat Ashar.

• Disaksikan Malaikat
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dirikanlah shalat dari sesudah Matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. 17:78)

Shalat Shubuh, disebut Qur'anul Fajr karena bacaan al-Qur'an pada shalat ini lebih panjang daripada shalat-shalat yang lain, dan shalat Shubuh ini disaksikan oleh para malaikat. Terkait dengan ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan dalam sebuah haditsnya,
"Malaikat saling bergantian dalam mengawasi kalian semua pada waktu malam, dan juga malaikat pengawas di waktu siang, mereka berkumpul pada waktu shalat Shubuh dan shalat Ashar. Kemudian malaikat yang berjaga malam hari naik, lalu Allah bertanya kepada mereka tentang hamba-hamba-Nya sedangkan Allah lebih tahu keadaan mereka, "Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian tinggalkan? Maka para malaikat menjawab, "Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat, dan ketika kami datang mereka pun juga sedang dalam keadaan shalat."

Sungguh bahagia orang-orang yang mau memerangi diri, bangkit meninggalkan kasur-kasur mereka. Berjuang keras melawan segala yang menariknya ke tempat tidur, rasa kantuk, dingin, malas dan lain sebagainya. Mereka berharap untuk mendapatkan tiket yang begitu mahal, terbebas dari sifat nifaq, dan untuk menggapai apa yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, masuk surga. Mereka juga ingin mendapatkan persaksian mulia dari para malaikat, ingin menjadi hamba-hamba yang ditanyakan Allah keadaannya, lalu dijawab oleh para malaikat bahwa mereka sedang shalat.

• Allah Bersumpah dengan Waktu Fajar
Karena besarnya keutamaan waktu Shubuh ini maka Allah subhanahu wata’ala bersumpah dengan menggunakan waktu itu, Dia berfirman,
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. 89:1-2)

• Memberi Banyak Manfaat
Wahai saudaraku, merupakan ciri khas dari shalat Shubuh ini adalah bahwasanya dia dapat menyegarkan dan memperbaharui keimanan, menghidupkan hati, melapangkan dada, membuat jiwa penuh dengan kebahagiaan serta menjadikan berat timbangan amal kebaikan.

Sesungguhnya nikmatnya tidur pada waktu Shubuh yang hanya sekian menit tidaklah sebanding dengan kengerian di kubur, atau kengerian jurang-jurang di neraka. Kala itu seseorang hanya mampu menggigit jari menyesal untuk selama-lamanya seraya mengatakan, “Wahai Rabb kembalikan aku ke dunia, aku akan melakukan amal shalih yang dulu aku tinggalkan." Betapa celaka, kenikmatan yang di akhiri dengan penyesalan, dan kenyamanan yang membawa penderita an begitu menyakitkan.

Saudaraku tercinta, cobalah kita ingat nikmat Allah yang terus menerus mengiringi kita tiada henti, coba bandingkan kondisi anda dengan kondisi orang lain. Ketika mereka berbaring di tempat tidur, kepala mereka masih diselimuti oleh berbagai beban berat, kegalauan dan kekhawatir an, apa yang akan dimakan besok? Sementara tubuh diliputi rasa penat dan lelah, setelah seharian mencari sesuap nasi untuk menghilang kan rasa lapar. Sebagian dari mereka ketika bangun di pagi hari terkadang ditemani oleh dentuman meriam dan rentetan tembakan senapan, sementara perut terasa lapar sedang hawa pun demikian dingin menyengat. Di sisi mereka anak-anak yang masih kecil menangis, berteriak kelaparan dan mengeluh kesakitan.

Adapun kita…sungguh kita dalam keadaan aman ketika makan dan minum, badan kita pun sehat, masih punya kekuatan dan umur. Maka janganlah itu semua menipu dan membuat kita terlena, dengan menggunakan kenikmatan tersebut untuk kemaksiatan dan dosa serta lupa bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan segala nikmat dengan tanpa batas.

Saudaraku, apakah engkau merasa aman ketika menuju pembaringanmu, padahal boleh jadi ia adalah tidur terakhirmu di dunia. Engkau tidak bangun lagi setelahnya dan ketika bangun tahu-tahu engkau telah berada di alam kubur. Maka selayaknya kita bersiap-siap selagi kita masih berada di dunia ini. Siapkanlah jawaban untuk di kubur, jawaban yang benar dan lurus tentunya. Jangan lupa kita selalu memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar menjadikan kita semua orang-orang yang mau mendengarkan ucapan dan mau mengikuti mana yang baik di antara ucapan itu, menjadikan akhir kehidupan kita dengan akhir kehidupan yang baik dan bahagia, dan mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala menolong kita untuk selalu berdzikir mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan memperbaiki ibadah hanya kepada-Nya.


Jika Shalat Shubuh Diremehkan

Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. 4:103-104)

Islam adalah jalan kehidupan yang universal dan mencakup seluruh sisi kehidupan manusia. Islam merupakan sebuah ikatan antara seorang hamba dengan Rabbnya, Allah subhanahu wata’alaberfirman,
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu), "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia,dan jangan kamu menyembunyi kannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima.” (QS. 3:187)

Maka seorang hamba harus iltizam (komitmen) terhadap kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Rabbnya. Dan Allah subhanahu wata’ala pun telah memberikan berbagai macam hak manusia dan berikut keistimewaannya dan pada akhirnya seorang hamba akan mendapatkan haknya yang terbesar sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, artinya,
"Dan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak menyiksa siapa saja yang tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun."

Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. 2:208)

Para mufassirin mengatakan tentang makna ayat ini (yaitu), "Terimalah Islam dengan segenap hukum dan syari'atnya." Allah subhanahu wata’ala telah murka kepada bani Israil yang hanya menerima sebagian ajaran agama yang mereka kehendaki serta enggan mengerjakan sebagian yang lainnya. Maka Allah subhanahu wata’ala berfirman
“Apakah kamu beriman kepada sebagian dari Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain?” (al Baqarah:85)

Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu memvonis orang yang tidak shalat Shubuh dan Ashar dengan berjama'ah sebagai munafiq ma'lumun nifaq (yang nyata nifaqnya) maka bagaimana dengan orang yang sama sekali tidak mengerjakan shalat, berjama'ah maupun tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda, artinya,
"Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang munafiq daripada shalat Subuh dan Isya'. Seandainya mereka mengetahui besarnya pahala kedua shalat tersebut, niscaya akan mendatanginya meskipun dengan merangkak." (HR al-Bukhari)

Allah subhanahu wata’ala berlepas diri dari orang- orang yang meninggalkan shalat fardu lima waktu, sebagaimana disebutkan di dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam artinya,
"Janganlah engkau meninggalkan shalat dengan sengaja, karena sesungguhnya siapa saja yang meninggalkan shalat dengan sengaja maka tanggungan Allah dan Rasul-Nya telah terelepas darinya." (HR Ahmad dalam al-Musnad)


Solusi

Di antara solusi yang insya Allah dapat membantu kita menjadi orang-orang yang dapat menjaga shalat adalah sebagai berikut :
• Hendaknya memposisikan shalat sesuai dengan kedudukannya dalam kehidupan kita, sehingga dalam seluruh aktivitas kehidupan kita senantiasa menekankan masalah shalat ini, bukan sebaliknya menyepelekannya.
• Mempergunakan jam(bel/weker) untuk membangunkan kita agar tidak terlambat dalam menjalankan shalat Shubuh.
• Tidur lebih awal, agar dapat bangun lebih awal pula, dan usahakan melakukan pekerjaan atau aktivitas setelah selesai shalat Shubuh. Karena Allah subhanahu wata’ala membagi rizki-Nya pada waktu setelah Shubuh ini.
• Membiasakan untuk membaca dzikir dan do’a sebelum tidur, dan memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar menolong kita untuk selalu mengerjakan shalat.
• Merasa sangat bersalah dan berdosa ketika kita ketinggalan shalat dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengulangi kesalahan itu.


Dialihbahasakan dari brosur berbahasa Arab dengan tema Keutamaan Shalat Shubuh dan Qabliyah Shubuh. (Khalif)

DO'A HARIAN SELAMA BULAN RAMADHAN

"Doa Harian Ramadhan"


Doa hari - 1
Yaa Allah! Jadikanlah puasaku sebagai puasa orang-orang yang benar-benar berpuasa. Dan ibadah malamku sebagai ibadah orang-orang yang benar-benar melakukan ibadah malam. Dan jagalah aku dan tidunya orang-orang yang lalai. Hapuskanlah dosaku ... Wahai Tuhan sekalian alam!! Dan ampunilah aku, Wahai Pengampun para pembuat dosa.

Doa hari - 2
Yaa Allah! Dekatkanlah aku kepada kenidloan-MU dan jauhkanlah aku dan kemurkaan serta balasan-MU. Berilah aku kemampuan untuk membaca ayat-ayat-MU dengan rahmat-MU, Wahai Maha Pengasih dad semua Pengasih!!

Doa hari - 3
Yaa Allah! Berikanlah aku nizki akal dan kewaspadaan. dan jauhkanlah aku dari kebodohan dan kesesatan. Sediakanlah bagian untukku dari segala kebaikan yang KAU turunkan, demi kemurahan-MU, Wahai dzat Yang Maha Dermawan dari semua dermawan!

Doa hari - 4
Yaa Allah! Berikanlah kekuatan kepadaku, untuk menegakkan perintah-perintah-MU, dan berilah aku manisnya bendzikin mengingat-MU. Berilah aku kekuatan untuk menunaikan syukur kepada-MU, dengan kemuliaan- MU. Dan jagalah aku dengan penjagaan-MU dan perlindungan-MU, Wahai dzat Yang Maha Melihat.

Doa hari - 5
Yaa Allah! Jadikanlah aku diantara orang-orang yang memohon ampunan, dan jadikanlah aku sebagai hamba-MU yang sholeh dan setia serta jadikanlah aku diantara Auliya'- MU yang dekat disisi-MU, dengan kelembutan-MU, Wahai dzat Yang Maha Pengasih di antara semua pengasih.

Doa hari - 6
Yaa Allah! Janganlah Engkau hinakan aku karena perbuatan maksiat
terhadap-MU, dan janganlah Engkau pukul aku dengan cambuk balasan-MU. Jauhkanlah aku dari hal-hal yang dapat menyebabkan kemurkaan-MU, dengan anugerah dan bantuan-MU, Wahai puncak keinginan orang-orang yang berkeinginan!

Doa hari - 7
Yaa Allah! Bantulah aku untuk melaksanakan puasanya, dan ibadah malamnya. Jauhkanlah aku dari kelalaian dan dosa-dosanya. Dan berikanlah aku dzikir berupa dzikir mengingat-MU secara berkesinambungan, dengan Taufiq- MU, Wahai Pemberi Petunjuk orang-orang yang sesat.

Doa hari - 8
Yaa Allah! Berilah aku rizki berupa kasih sayang tenhadap anak-anak yatim dan pemberian makan, serta penyebaran salam, dan pergaulan dengan orang-onang mulia, dengan kemuliaan-MU, Wahai tempat berlindung bagi orang-onang yang berharap

Doa hari - 9
Yaa Allah! Sediakanlah untukku sebagian dri rahmat-MU yang luas, dan beriknalah aku petunjuik kepada ajaran- ajaran-MU yang terang, dan bimbinglah aku menuju kepada kerelaan-MU yang penuh dengan kecintaan-MU, Wahai harapan orang-orang yang rindu.

Doa hari - 10
Yaa Allah! Jadikanlah aku diantara orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu, dan jadikanlah aku diantara orang- orang yang menang disisi-MU, dan jadikanlah aku diantara orang-orang yang dekat kepada-MU dengan ihsan-MU, Wahai Tujuan orang-orang yang memohon.

Doa hari - 11
Yaa Allah! Tanamkanlah dalam diniku kecintaan kepada perbuatan baik, dan tanamkanlah dalam diniku kebencian terhadap kemaksiatan dan kefasikan. Jauhkanlah dariku kemurkaan-MU dan api neraka dengan pertolongan-MU, Wahai Penolong orang-orang yang meminta pertolongan.

Doa hari - 12
Yaa Allah! Hiasilah diriku dengan penutup dan kesucian. Tutupilah diriku dengan pakaian qana'ah dan kerelaan. Tempatkanlah aku di atas jalan keadilan dan sikap tulus. Amankanlah diniku dari setiap yang aku takuti dengan penjagaan-MU, Wahai penjaga orang-orang yang takut.

Doa hari - 13
Yaa Allah! Sucikanlah diriku dari kekotoran dan kejelekan. Berilah kesabaran padaku untuk menenima segala ketentuan. Dan berilah kemampuan kepadaku untuk bertaqwa, dan bergaul dengan orang-orang yang baik dengan bantuan-MU,Wahai Dambaan orang-orang miskin.

Doa hari - 14
Yaa Allah! Janganlah.Engkau hukum aku, karena kekeliruan yang kulakukan. Dan ampunilah aku dari kesalahan-kesalahan dan kebodohan. Janganlah Engkau jadikan diriku sebagai sasaran bala' dan malapetaka dengan kemualian-MU, Wahai Kemulian kaum Muslimin.

Doa hari - 15
Yaa Allah! Berilah aku rizki berupa ketaatan orang-orang yang khusyu'. Dan lapangkanlah dadaku dengan taubatnya orang-orang yang menyesal, dengan keamanan-MU, Wahai Keamanan untuk orang-orang yang takut.

Doa hari - 16
Yaa Allah! Berilah aku kemampuan untuk hidup sebagaimana kehidupan orang-orang yang baik. Dan jauhkanlah aku dari kehidupan bersama orang-orang yang jahat. Dan naungilah aku dengan rahmat-MU hingga sampai kepada alam akhirat. Demi ketuhanan-MU Wahai Tuhan seru sekalian alam.

Doa hari - 17
Yaa Allah! Tunjukkanlah aku kepada amal kebajikan dan penuhilah hajat serta cita-cita-ku. Wahai Yang Maha Mengetahui keperluan, tanpa pengungkapan permohonan. Wahai Yang Maha Mengetahui segala yang ada didalam hati seluruh isi alam. Sholawat atas Mohammad dan keluarganya yang suci.

Doa hari - 18
Yaa Allah! Sedarkanlah aku akan berkah-berkah yang terdapat di saat saharnya. Dan sinarilah hatiku dengan terang cahayanya dan bimbinglah aku dan seluruh anggota tubuhku untuk dapat mengikufi ajaran-ajarannya, Demi cahaya-Mu Wahai Penerang hati para arifin.

Doa hari - 19
Yaa Allah! Penuhilah bagianku dengan berkah-berkahnya, dan mudahkanlah jalanku menuju kebaikan-kebaikannya. Janganlah Kau jauhkan aku dari ketertedmaan kebaikan- kebaikannya, Wahai Pembed petunjuk kepada kebenaran yang terang.

Doa hari - 20
Yaa Allah! Bukakanlah bagiku pintu-pintu sorga dan tutupkanlah bagiku pintu-pintu neraka, dan berikanlah kemampuan padaku untuk membaca AI-Quran Wahai Penurun ketenangan di dalam hati orang-orang Mu'min.

Doa hari - 21
Yaa Allah! benilah aku petunjuk menuju kepada kenidloan- MU. Dan janganlah Engkau bed jalan kepada setan untuk menguasaiku. Jadikanlah sorga bagiku sebagai tempat tinggal dan peristirahatan, Wahai Pemenuh kepenluan orang-orang yang meminta.

Doa hari - 22
Yaa Allah! Bukakanlah bagiku pintu-pintu karunia-MU, turunkan untukku berkah-berkahmu. Berilah kemampuan untukku kepada penyebab-penyebab keridloan-MU, dan tempatkanlah aku di dalam sorga-MU yang luas, Wahai Penjawab doa orang-orang yang dalam kesempitan.

Doa hari - 23
Yaa Allah! Sucikanlah aku dari dosa-dosa, dan bersihkanlah diriku dari segala aib. Tanamkanlah ketaqwaan di dalam hatiku, Wahai Penghapus kesalahan onang-orang yang berdosa.

Doa hari - 24
Yaa Allah! Aku memohon kepada-MU hal-hal yang mendatangkan keridloan-MU, dan aku berlindung dengan- MU dan hal-hal yang mendatangkan kemarahan-MU, dan aku memohon kepada-MU kemampuan untuk mentaati-MU serta menghindani kemaksiatan tenhadap-MU, Wahai Pemberi para peminta.

Doa hari - 25
Yaa Allah! Jadikanlah aku orang-.orang yang mencintai Auliya-MU dan memusuhi musuh-musuh MU. Jadikanlah aku pengikut sunnah-sunnah penutup Nabi-MU, Wahai Penjaga hati para Nabi.

Doa hari - 26
Yaa Allah! Jadikanlah usahaku sebagai usaha yang disyukuri, dan dosa-dosaku diampuni, amal perbuatan ku diterima, dan seluruh aibku ditutupi, Wahai Maha Pendengar dan semua yang mendengar.

Doa hari - 27
Yaa Allah! Rizkikanlah kepadaku keutamaan Lailatul Qadr, dan ubahlah perkara-perkaraku yang sulit menjadi mudah. Terimalah permintaan maafku, dan hapuskanlah dosa dan keslahanku, Wahai Yang Maha Penyayang terhadap hamba- hambanya yang sholeh.

Doa hari - 28
Yaa Allah! Penuhkanlah hidupku dengan amalan-amalan Sunnah, dan muliakanlah aku dengan terkabulnya semua permintaan. Dekatkanlah perantaraanku kepada-MU diantara semua perantara, Wahai Yang tidak tersibukkan oleh permintaan orang-orang yang meminta.

Doa hari - 29
Yaa Allah! Liputilah aku dengan rabmat dan benikanlah kepadaku Taufiq dan penjagaan. Sucikanlah hatiku dan noda-noda fitnah wahai pengasih terhadap hamb- hambaNYA yang Mu'min.

Doa hari - 30
Yaa Allah! Jadikanlah puasaku disertai dengan syukur dan penerima di atas jalan keridloan-MU dan keridloan Rasul. Cabang-cabangnya kokoh dan kuat berkat pokok-pokoknya, Demi kenabian Mohammad dan keluarganya yang suci, dan segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam.

36 PERSELISIHAN AYAT-AYAT ALKITAB

Untuk mengetahui lebih jelasnya ,tentu saja Anda harus memiliki Injil

(1) EZRA 2:5 VS NEHEMIA 7:10.
Dalam Ezra, jumlah anak Arah TERTULIS: "775 orang", tetapi dalam Nehemia:
"652 orang".

(2) 2 RAJA-RAJA 8:26 VS 2 TAWARIKH 22:2.
Dalam 2 Raja-raja, umur Ahazia ketika naik raja TERTULIS: "22 tahun",
tetapi dalam 2 Tawarikh: "42 tahun".

(3) 2 RAJA-RAJA 24:8 VS 2 TAWARIKH 36:9.
Dalam 2 Raja-raja, lamanya raja Jojachin berkuasa TERTULIS: "3 tahun",
tetapi dalam 2 Tawarikh: "3 bulan 10 hari".

(4) 2 SAMUEL 10:18 VS 1 TAWARIKH 19:18.
Dalam 2 Samuel, yang dibinasakan Daud TERTULIS: "700 ekor kuda kereta",

"40.000 orang BERKUDA", dan "panglima perang SOBACH", tetapi dalam 1

Tawarikh: "7.000 ekor kuda kereta", "40.000 orang BERJALAN KAKI", dan

"panglima perang SOFACH".


(5) 2 SAMUEL 8:9-10 VS 1 TAWARIKH 18:9-10.


Dalam 2 Samuel, nama raja Hamat dan anaknya TERTULIS: "Toi dan Yoram",

tetapi dalam 1 Tawarikh: "Tohu dan Hadoram".

(*) 2 SAMUEL 23:8 VS 1 TAWARIKH 11:11.



Dalam 2 Samuel, nama pahlawan yang mengiringi Daud TERTULIS: "Josech

Basjebet anak Tachkemoni", "kepala SEGALA PENGHULU", dan "menikam 800

orang", tetapi dalam 1 Tawarikh: "Yasobam anak Hachmoni", "kepala ORANG

TIGA PULUH", dan "menikam 300 orang".





(7) 2 SAMUEL 24:1 VS 1 TAWARIKH 21:1.

Dalam 2 Samuel, yang mengajak Daud melawan Israel TERTULIS: "TUHAN", tetapi

dalam 1 Tawarikh: "SETAN"!

( 8) YOHANES 1:18 VS KEJADIAN 18:1 & 32:30.

Dalam Yohanes TERTULIS: "hanya Yesus yang melihat Allah", tetapi dalam

Kejadian 18 & 32: "Abraham dan Yakub pun pernah melihat Allah".

(bertentangan literatur).

(9) 2 SAMUEL 8:8 VS 1 TAWARIKH 18:8.

Dalam 2 Samuel, tempat dimana raja Daud memindahkan perunggu TERTULIS:

"Tebach dan Berotai", tetapi dalam 1 Tawarikh: "Tibchat dan Chun".

(10) KELUARAN 4:22 VS YEREMIA 31:9.

Dalam Keluaran, yang merupakan anak sulung Allah TERTULIS: "ISRAIL", tetapi

dalam Yeremia: "AFRAIM".

(11) YOHANES 5:31 VS YOHANES 8:14.

Dalam Yohanes 5, perkataan Yesus TERTULIS: "Jika aku menyaksikan dari hal

diriku, maka kesaksianku itu TIDAK BENAR", tetapi dalam Yohanes 8: "Jika

aku menyaksikan dari hal diriku, maka kesaksianku itu BENAR". (bertentangn

redaksi).

(12) YOHANES 10:38 & 14:11 VS YOHANES 14:28.

Dalam Yohanes 10:38 & 14:11, perkataan Yesus TERTULIS: "Bapa di dalam aku

dan aku di dalam Bapa (karena itu Yesus = Tuhan)", tetapi dalam Yohanes

14:28 Yesus berkata: "..Bapa LEBIH BESAR dari aku". (bertentangan prinsip).

(13) YOHANES 14:9 VS YOHANES 5:37.

Dalam Yohanes 14, TERTULIS: "Yesus berkata: Siapa yang melihat aku, dia

telah melihat Bapa", tetapi dalam Yohanes 5: "Yesus berkata: rupa-Nya

(Bapa) pun tidak pernah kamu lihat". (bertentangan prinsip).


(14) YOHANES 10:30 VS YOHANES 17:11,21,22,23.

Dalam Yohanes 10, TERTULIS: "Yesus menyatu dengan Bapa (karena itu Yesus =

Tuhan)", tetapi dalam Yohanes 17: "Yesus menyatu dengan murid2nya". (salah

persepsi).


(15) MATIUS 3:17 VS MATIUS 5:9; KELUARAN 4:22 & YEREMIA 31:9.

Dalam Matius 3, TERTULIS: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku

berkenan (karena itu Yesus = Anak Allah)", tetapi dalam Matius 5: "Yesus

berkata: Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut

anak-anak Allah", dalam Keluaran: "Israel adalah anak sulung Allah", dan

dalam Yeremia: "Afraim adalah anak sulung Allah". (salah persepsi).


(16) MATIUS 1:20 VS LUKAS 1:41.

Dalam Matius, TERTULIS: "...Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut

mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya

adalah dari Roh Kudus (karena itu Yesus = Roh Kudus)", tetapi dalam Lukas:

"...dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus". (salah persepsi).

(17) 1 KORINTUS 8:6 VS ULANGAN 4:35 & MARKUS 12:29.

Dalam 1 Korintus, TERTULIS: "Paulus berkata: hanya ada satu Allah saja

yaitu Bapa dan hanya ada satu Tuhan saja yaitu Yesus Kristus", tetapi dalam

Ulangan: "Tuhan itulah Allah, dan kecuali Dia tiada yang lain lagi", dan

dalam Markus: "Yesus berkata: Hai Israel, adapun Allah, Tuhan kita, Tuhan

yang Esa". (bertentangan prinsip).

(KORINTUS 8:6 VS MATIUS 15:24 & YOHANES 17:3.

alam 1 Korintus, TERTULIS: "Paulus berkata: ...dan hanya ada satu Tuhan

saja yaitu Yesus Kristus", tetapi dalam Matius: "Yesus berkata: Aku diutus

hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel", dan dalam Yohanes:

"Yesus berkata: ...mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar,

dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus". Menurut Yesus sendiri,

dia adalah UTUSAN TUHAN. (bertentangn prinsip).

(19) LUKAS 2:11 VS MATIUS 6:6-15 & 7:21.

Dalam Lukas, TERTULIS: "Malaikat berkata: telah lahir juru selamat yaitu

Kristus Tuhan itu", tetapi dalam Matius 6:6-15 "Yesus menyuruh umatnya

untuk berdoa kepada Bapa (Allah)", dan dalam Matius 7:21 "Yesus berkata:

"bukan tiap2 orang yang menyeru aku, Tuhan, Tuhan, yang akan masuk surga,

hanyalah orang2 yang melakukan kehendak Bapaku yang di surga".

(bertentangan prinsip).


(20) MATIUS 1:21 VS MATIUS 16:27 & YOHANES 5:30.

Dalam Matius 1, TERTULIS: "Malaikat berkata: ..Yesus akan melepaskan

kaumnya dari segala dosanya", tetapi dalam Matius 16 "Yesus akan membalas

tiap2 orang menurut perbuatannya", dan dalam Yohanes 5 "Yesus menjadi

pesuruh Tuhan dengan menjalankan hukum yang seadil2nya". (bertentangan

hukum).


(21) 1 KORINTUS 7:19 VS KEJADIAN 17:14 & MATIUS 5:17-19.

Dalam 1 Korintus, TERTULIS: "Paulus berkata: Sunat tidak sunat, itu tidak

penting", tetapi dalam Kejadian (Taurat): "Tuhan berfirman: Laki-laki yang

tidak disunat harus dilenyapkan karena telah mengingkari perjanjian antara

Tuhan dan Abraham", dan dalam Matius 5:17-19, "Yesus berkata bahwa

kedatangannya bukanlah untuk menghilangkan hukum Taurat dan kitab2 para

nabi meski sedikit pun". (bertentangan hukum).


22) LUKAS 24:7,46 & MATIUS 12:40 VS KENYATAAN.

Dalam Lukas, TERTULIS: "Yesus akan bangkit pada hari ke-3 sesudah hari

kematiannya", dan dalam Matius: "Yesus akan tinggal di rahim bumi selama 3

hari 3 malam", tetapi KENYATAANNYA: "Yesus bangkit pada hari ke-2", ingat!

Yesus mati pada hari Jumat sore (Lukas 23:54) tetapi mayatnya pada hari

Minggu pagi sudah tidak ada (Lukas 24:1-3). Ini berarti Yesus tinggal di
rahim bumi cuma 1 hari 2 malam saja.

(23) IBRANI 11:17 & KEJADIAN 22:2 VS KEJADIAN 16:15-16 & 21:5.

Dalam Ibrani dan Kejadian 22, TERTULIS: "Abraham mengorbankan (qurban)

Ishak, anaknya yang tunggal (padahal yang dimaksud ayat tersebut adalah

ISMAEL, karena Ishak adalah adik Ismael lain ibu)", tetapi dalam Kejadian

16:15 "Abraham menamai anaknya yang dilahirkan Hagar itu Ismael", dalam

Kejadian 16:16 "bahwa Abraham berusia 86 tahun ketika anaknya, Ismael,

lahir", dan dalam Kejadian 21:5 "bahwa Abraham berusia 100 tahun ketika

anaknya, Ishak, lahir". Jadi, Ishak BUKANLAH anak tunggal Abraham melainkan

adik Ismael!


(24) MATIUS 26:1-2 VS MATIUS 27:46.



Dalam Matius 26, TERTULIS: "kedatangan Yesus adalah untuk disalibkan",

tetapi dalam Matius 27: "ketika disalib, Yesus berteriak minta tolong

kepada Tuhan: Eli, eli, lama sabachtani!". (bertentangan konsep).

(25) GALATIA 3:13 VS YEHEZKIEL 18:20 & MARKUS 10:14.

Dalam Galatia, TERTU! LIS: "Paulus berkata: terkutuknya Yesus di kayu salib

adalah untuk menebus dosa2 manusia", tetapi dalam Yehezkiel:

"kebenaran/kejahatan manusia menjadi tanggung jawab masing2", dan dalam

Markus: "Yesus menyatakan bahwa kanak-kanaklah yang mempunyai kerajaan

surga (berarti suci atau bebas dari dosa, sekaligus membantah adanya DOSA

WARIS)". (bertentangan konsep).

(26) ULANGAN 14:3-21 & IMAMAT 11:1-47 VS MARKUS 7:14-20 VS MATIUS 5:17-19.



Dalam Ulangan & Imamat (Taurat), TERTULIS: "Tuhan berfirman: Binatang2 laut

tak bersirip/bersisik, daging babi, serta jenis2 burung dan mamalia

tertentu adalah haram dimakan", tetapi dalam Markus: "Yesus menghalalkan

semua makanan", padahal dalam Matius: "Yesus datang bukan untuk
menghilangkan hukum Taurat dan kitab2 para nabi meski sedikit pun".

(bertentangan hukum).



(27) IMAMAT 10:8-11 & ULANGAN 29:6 VS MATIUS 15:11 VS MATIUS 5:17-19.

Dalam Imamat & Ulangan, TERTULIS: "Tuhan berfirman: meminum anggu! r dan

minuman keras (memabukkan) adalah haram", tetapi dalam Matius 15 "Yesus

berkata: bukan yang masuk ke mulut yang menajiskan orang melainkan yang

keluar dari mulut", padahal dalam Matius 5: "Yesus berkata bahwa

kedatangannya bukanlah untuk menghilangkan hukum Taurat dan kitab2 para

nabi meski sedikit pun". (bertentangan hukum).



(28 MATIUS 3:17 & 12:18-21 VS YESAYA 42:1-16.
Dalam Matius 3:17 & 12:18, Firman Tuhan TERTULIS: "Inilah anak-Ku yang

Kukasihi, kepadanyalah Aku berkenan". Menurut Kristen/Katolik, ayat ini

menunjuk kepada Yesus. Padahal, ayat tersebut dikutip dari Yesaya 42:1 yang

mengarah kepada keturunan Ismael. Periksa Yesaya 42:11, terdapat kalimat:

"..demikian pun segala dusun yang diduduki ORANG KEDAR". "Orang Kedar"

adalah orang2 Arab keturunan Ismael (Kejadian 25:13,16), sedangkan Yesus

adalah keturunan Ishak (Matius 1:2). Kemudian periksa Yesaya 42:12,

terdapat kalimat: "..dan dikabarkannya KEPUJIANNYA pada segala pulau". Kata

"kepujian! nya" lebih mengarah kepada Muhammad, karena Muhammad (bahasa

Arab) artinya "yang terpuji", dan beliaulah satu2nya keturunan Ismael yang

menjadi nabi/rasul Allah.



(29) MARKUS 13:31-32 VS KONSEP TUHAN.
Dalam Markus 13:31-32, TERTULIS: "Tuhan Yesus tidak mengetahui kapan

datangnya hari kiamat", hal ini sangat bertentangan dengan konsep Tuhan

yang MAHA MENGETAHUI segala sesuatu.



(30) MATIUS 27:46 VS KONSEP TUHAN.
Dalam Matius 27:46, TERTULIS: "ketika disalib Tuhan Yesus berteriak: 'Eli,

Eli, lama sabakhtani?' Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau

meninggalkan Aku?", teriakan Tuhan Yesus ini sangat bertentangan dengan

konsep Tuhan yang MAHA KUASA lagi MAHA PERKASA.



(31) MATIUS 26:39 VS PRAKTIK UMAT.
Dalam Matius 26:39, tatacara Yesus menghadap Allah (Bapa) TERTULIS: "Maka

Ia (Yesus) maju sedikit, lalu SUJUD dan berdoa kata-Nya: "Ya Bapa-Ku,...",

tetapi dalam praktik umat Kristen/Katolik, tatacara ibadah mereka TIDAK

MENGENAL sujud. (bertentangan syariat).



(32) LUKAS 3:23-38 VS MATIUS 1:18.
Dalam Lukas, silsilah Yesus TERTULIS: "Yesus adalah anak Yusuf,...(berarti

darah daging Yusuf)", tetapi dalam Matius: "Maria mengandung Yesus sebelum

bersetubuh dengan Yusuf (berarti Yesus bukan darah daging Yusuf)".

(bertentangan prinsip).


(33) MATIUS 1:1-17 VS LUKAS 3:23-38.

Dalam Matius, silsilah Yesus TERTULIS: "Yesus adalah anak Yusuf anak Yakub

anak Matan anak Eleazar anak Eliud anak Akhim anak Zadok anak Azor anak

Elyakim anak Abihud anak Zerubabel anak Sealtiel...", tetapi dalam Lukas:

"Yesus adalah anak Yusuf anak Eli anak Matat anak Lewi anak Malhi anak

Yanai anak Yusuf anak Matica anak Amos anak Nahum anak Hesli anak

Nagai...". (hampir semuanya berbeda nama orang).



(34) MATIUS 1:1-17 & LUKAS 3:23-38 VS MATIUS 1:18.
Dalam Matius dan Lukas, TERTULIS: "Inilah silsilah Yesus", padahal yang

dimaksud adalah silsilah Yusuf, karena berdasarkan Matius 1:18 ba! hwa

"Maria sudah mengandung Yesus sebelum bersetubuh dengan Yusuf". Dengan

demikian, maka "SILSILAH YESUS" yang diuraikan dalam Matius 1:1-17 dan

Lukas 3:23-38 adalah SALAH KAPRAH!


(35) KISAH PARA RASUL 16:10 & 18:6 VS MATIUS 15:24 & 10:5-6.
Dalam Kisah Para Rasul 16, TERTULIS: "Paulus berkata: ...kami menarik

kesimpulan, bahwa Allah telah memanggil kami untuk memberitakan Injil

kepada orang-orang di sana (Makedonia)", dan dalam Kisah Para Rasul 18

"Paulus berkata: ...aku bersih, tidak bersalah. Mulai dari sekarang aku

akan pergi kepada bangsa-bangsa lain", padahal dalam Matius 15 "Yesus

berkata: Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel",

dan dalam Matius 10 "Yesus BERPESAN kepada 12 orang murid2nya untuk TIDAK

BERDAKWAH ke negeri selain Bani Israel". (bertentangan hukum dan prinsip).


(**) ALKITAB VS KEHIDUPAN SURGA.

Dalam ALKITAB ditemukan begitu banyak ayat2 yang saling bertentangan satu

sama lainnya dan tidak je! las bukti2nya, terlebih terdapat campur tangan

manusia di dalamnya, padahal Alkitab adalah petunjuk dan jalan hidup bagi

manusia. Jika demikian adanya, masih pantaskah Alkitab disebut kitab suci?

Dan pantaskah para pengikutnya masuk surga mengingat "jalan hidup"-nya

begitu simpang siur? Yesus sendiri berkata: "Dan setiap pohon yang tidak

menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api."

(Matius 7:19). Jadi, apa yang dikatakan Yesus tersebut adalah membenarkan

kebobrokan ajaran Kristen/Katolik yang dideklarasikan Paulus! Dan Yesus

juga berkata: "Jikalau penghibur yang akan Kusuruh dari Bapa datang, yaitu

Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, ia akan bersaksi tentang Aku."

(Yohanes 15:26). Siapakah ROH KEBENARAN yang dimaksud Yesus itu???



KETERANGAN:

(*) Dalam "New American Bible", nama pahlawan yang mengiringi Daud sudah

DIREVISI menjadi "ISHBAAL anak HACHAMONI", "kepala ORANG TIGA"!

(**) Dalam kitab agama Hindu yaitu KITAB PURANA, ter! dapat nubuat:

"Kemudian seorang dengan julukan 'orang yang tak berilmu', MUHAMMAD

namanya....Hai orang yang tak berdosa, ROH KEBENARAN, dan tuan yang

semata2, kepadamulah persembahanku..."(BHAVISHWA-PURANA 3, KHAND 3, ADITYA

3, SHALOB 3,7,8, Jadi, menurut nubuat ini, yang dimaksud dengan ROH

KEBENARAN adalah MUHAMMAD.



DAN MASIH BANYAK LAGI..!!!

F. CONTOH CAMPUR TANGAN MANUSIA DALAM ALKITAB !!!


(1) Dalam LUKAS 3:23 yang paling kuno, bunyi ayatnya sebagai berikut:

"Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun

dan Ia adalah anak Yusuf, anak Eli,"

Kemudian dalam terjemahan pertama ke bahasa Afrikaan dan beberapa bahasa

lainnya, untuk menghindari kesalahpahaman umat, ditambah kalimat "(menurut

anggapan orang)", sehingga bunyinya sebagai berikut:

"Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun

dan (menurut anggapan orang) Ia adalah anak Yusuf, anak Eli,"

Sekarang, dalam Alkitab berbahasa Indonesia dan Asia Timur lainnya, "kedua

kurung" dalam ayat tersebut sudah dihilangkan, sehingga bunyi ayatnya

menjadi sebagai berikut:
"Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun

dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli,"

KESIMPULAN:

Kalimat "menurut anggapan orang" dalam LUKAS 3:23 di atas adalah FIRMAN

MANUSIA!

(2) Dalam LUKAS 24:42 yang paling kuno, bunyi ayatnya sebagai berikut:

"Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng dan sarang madu

sedikit."

Sekarang, dalam Alkitab berbahasa Indonesia dan Asia Timur lainnya, kalimat

"dan sarang madu sedikit" dalam ayat tersebut SUDAH DIHILANGKAN, sehingga

bunyi ayatnya menjadi sebagai berikut:

"Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng."

KESIMPULAN:

LUKAS 24:42 di atas sudah direvisi oleh MANUSIA dengan menghilangkan

kalimat "dan sarang madu sedikit".